Media Asuransi – Pandemi Covid-19 telah memicu sektor perbankan maupun lembaga keuangan untuk terus berpacu dalam meningkatkan layanan terhadap nasabahnya dengan memanfaatkan teknologi. Namun, digitalisasi layanan keuangan menghadirkan isu yang amat krusial, yakni keamanan data nasabah, termasuk di sektor keuangan formal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong perbankan ataulembaga keuangan untuk meningkatkan layanan digitalnya untuk mendorong inklusi keuangan. Sebab, pemanfaatan teknologi digital mampu menjangkau masyarakat di remote area atau unbankable.
OJK Keluarkan Peraturan Perpanjangan Kebijakan Stimulus Covid-19
OJK terus mendorong sektor perbankan maupun platform IT lain yang memberikan layanan keuangan terus meningkatan mitigasi risiko. Namun nasabah tetap menjadi ujung tombak untuk menghindari kejahatan bermodus social engineering.
Pengamat Ekonomi dan Perbankan yang kini juga menjadi Staf Ahli OJK, Ryan Kiryanto, memaparkan bahwa lembaga jasa keuangan termasuk perbankan sebaiknya terus menggenjot kemampuan teknologi informasi sistem keuangan untuk memberikan pelayanan optimal kepada nasabah saat pandemi Covid-19.
“Perbankan ataupun lembaga jasa keuangan harus menjadi lembaga yang tangguh, tapi juga harus dekat ke nasabahnya. Ini adalah kata kuncinya,” kata Ryan dalam Diskusi Online bertema ‘Keamanan Menyimpan Uang di Bank Pada Era Digital’ yang diselenggarakan oleh Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta, Rabu, 16 Desember 2020.
Ryan menekankan, perbankan ataulembaga jasa keuangan harus memperhatikan keamanan dana maupun data nasabah. Dengan demikian, sehingga nasabah benar-benar merasa nyaman dalam menaruh dananya di perbankan atau lembaga jasa keuangan.
Saat ini, lanjutnya, ada perubahan perilaku konsumen perbankan, yakni pemanfaatan teknologi informasi. Pandemi Covid-19 telah mempercepat pemanfaatan teknologi. “Kendati ada pandemi Covid-19, perbankan harus tetap dekat dengan perbankan melaui kanal IT, sehingga nasabah selalu merasa dekat dengan bank ataupun lembaga keuangan,” katanya.
Menurut Ryan Kiryanto, OJK telah memiliki 8 prinsip perlindungan konsumen yang harus diperhatikan oleh perbankan atau lembaga jasa keuangan. Delapan prinsip tersebut adalah Orientasi kepentingan konsumen, Transparansi produk dan jasa keuangan, Perlindungan aset dan perlindungan data pribadi konsumen, Standar etika professional, Menghindari konflik kepentingan, Penyediaan saluran pengaduan konsumen, Law enforcement (penegakan peraturan), dan terakhir adalah Edukasi dan keadilan sosial.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Komite Tetap Indusri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia, Achmad Wijaya sektor industri sangatlah bersinggungan dengan sektor perbankan. Hal ini dikarenakan pembeliah bahan baku untuk produksi hingga pembayaran gaji karyawan sudah melalui sistem perbankan.
Oleh sebab itu, perbankan harus benar-benar menjaga keamanan data konsumen, sehingga konsumen perorangan maupun korporasi merasa aman dan nyaman dalam bertransaksi. “Kita perlu mengingatkan Pemerintah juga, Kemenkominfo harus menjaga kita punya data dengan regulasinya. Sejak pandemic Covid-19, semua orang harus meminimalkan kontak fisik, dengan adanya covid semua transaksi online, dari orang kaya pengusaha besar sampai sektor umkm menggunakan internet. proses manufakturaing kadang terhambat karena internet jelek,” kata Achmad Wijaya.
Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Riza E Halim mengatakan digitalisasi merupkan keniscayaan yang suka tidak suka, mau tidak mau, akan dihadapi oleh peradaban manusia. Digitalisasi ini mengubah lanskap bisnis dan juga perilaku konsumen secara revolusioner termasuk sektor perbankan.
“Cashless udah menjadi kebisaan yang baru dalam melakukan transaksi. Bahkan beberapa negara menerapkan penggunaan digital money sebagai alat pembayaran yang sah,” ujar Riza.
Dia tambahkan, bagi Indonesia, digitalisasi sektor perbankan berdampak pada perlunya penyesuaian beberapa regulasi terkait termasuk regulasi mata uang dan regulasi terkait transaksi berbasis sistem elektronik. “Untuk itu perbaikan dan otoritas terkait perlu menyiapkan infrastruktur baik pada tatanan regulasi maupun pedoman teknisnya. Hal ini dimaksudkan untuk memitigasi penyimpangan atau risiko khususnya bagi masyarakat atau konsumen),” kata Riza. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News