Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody AS Dalimunthe, mengatakan bahwa berbagai aktivitas perekonomian akan related dengan permintaan dan kebutuhan pada asuransi. Sebab, aktivitas ekonomi mengalami penurunan tajam akibat global pandemi Covid-19 sehingga berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Terlebih, asuransi bagi masyarakat Indonesia masih dianggap sebagai biaya dan bukan menjadi prioritas.
“Daya beli masyarakat menurun karena yang diprioritaskan dalam pembelian pada kebutuhan pokok. Dan asuransi itu masih belum dianggap sebagai kebutuhan pokok dan dianggap sebagai biaya. Sehingga menjadi prioritas yang ke sekian,” kata Dodyi dalam acara bincang-bincang di TVAsuransi, MedAs Talks, baru-baru ini.
Baca Juga:
- AAUI: Banjir Stimulus Bakal Tingkatkan Kebutuhan Asuransi
- AAUI Mulai Gelar Teacher Volunteer Program
- Peserta Lulus Ujian Reguler AAUI
Menurut Dody, hal yang sama juga terjadi pada korporasi. Pandemi Covid-19 memaksa korporasi mengalami penurunan revenue sehingga korporasi berupaya melakukan berbagai efisiensi dan memangkas biaya-biaya yang tidak terlibat langsung dengan produksi. Salah satu yang terdampak dalam asuransi korporasi. Padahal asuransi korporasi menjadi salah satu kontribusi terbesar pada premi asuransi umum secara nasional.
“AAUI berkesimpulan, kegiatan ekonomi harus dipulihkan kembali, salah satu yang dilakukan pemerintah adalah kebijakan fiskal, diantaranya adalah memberikan stimulus berupa DP 0 persen yang dimaksudkan agar dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat,” katanya.
Dody mengungkapkan, stimulus yang dikeluarkan pemerintah memberikan multiplier effect bagi industri asuransi secara umum, khususnya asuransi umum. Kebijakan stimulus ini akan mendorong produksi pada industri manufaktur, karena meningkatnya daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Di sisi lainnya, industri multifinance atau pembiayaan juga akan tumbuh seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Dan premi asuransi juga akan terdongkrak seiring dengan meningkatnya kredit kendaraan bermotor.
Di sisi lainnya, stimulus yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait perbankan memberikan kebijakan DP 0 persen untuk pembelian perumahan dan kendaraan bermotor, akan meningkatkan daya beli masyarakat, dan asuransi juga akan terdampak terutama dalam mitigasi risiko. Dari kedua hal tersebut sekitar 50 persen dari total asuransi umum secara nasional. Dengan kata lain, jika kedua sektor ini tumbuh, maka akan mendongkrak premi asuransi secara nasional.
“Kebijakan ini mulai berlaku di awal Maret dan secara bertahap akan diberlakukan oleh pemerintah. Dampaknya belum terasa sampai sekarang, kita tunggu dalam 1-2 bulan ke depan baru akan terlihat peningkatannya,” ungkapnya.
Terkait asuransi kredit, Dody mengungkapkan bahwa restrukturisasi kredit hanya akan memberikan kelonggaran kepada para debitur akibat menurunnya tingkat kemampuan kreditur dalam menyelesaikan hingga akhir masa kreditnya. Sehingga restrukturisasi yang dikeluarkan pemerintah hanya dapat memperpanjang masa akhir pembayaran kredit debitur.
“AAUI menghimbau kepada penerbit asuransi kredit untuk me-review portofolio asuransi kreditnya, dikaitkan dengan apakah pencapaian kreditnya tertutup karena ini berkaitan dengan kemampuan membayar klaimnya tersebut. Hal ini diperlukan agar ada keseimbangan di tahun 2021 selain nilai kreditnya naik, claim ratio-nya juga akan naik. Ini jangka panjang soalnya,” paparnya.
Dody mengaku optimistis, stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat menumbuhkan kinerja asuransi umum di tahun 2021 bahkan bisa lebih tinggi dari realisasi tahun 2020 atau bahkan di tahun 2019.
“AAUI meyakini, bahwa 70-80 persen sumber bisnisnya asuransi umum itu masih kepada nasabah korporasi dan 50-60 persen ada pada lini bisnis properti dan kendaraan bermotor. Karena dua produk ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga stimulus yang terkait dengan dua lini ini akan berdampak pada premi asuransi umum secara nasional. Paling tidak di tahun 2021 ini akan ada peningkatan, maka akan kita lihat di triwulan pertama atau akan semakin jelasnya di akhir semester pertama. Sehingga ada optimisme di tahun 2021 akan lebih baik dibanding 2020. Bahkan bisa melewati realisasi 2019,” pungkasnya. One
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News