1
1

Ekonom Sebut RI Wajib Antisipasi Perlambatan Ekonomi Global

Pemukiman penduduk dan deretan gedung tinggi yang terus tumbuh dan berkembang di Ibu Kota Jakarta menjadi gambaran kondisi ekonomi Indonesia saat ini. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI) atau PermataBank Josua Pardede mengatakan jika saat ini Indonesia perlu mengantisipasi akan terjadinya risiko perlambatan ekonomi global.

Beberapa faktor risiko global yang perlu diantisipasi dari kondisi makroekonomi RI, pertama, terkait proyeksi Perdana Menteri China mengenai perlambatan ekonomi pada 2024 di negara tirai bambu tersebut.

“Dan ini mengafirmasi juga beberapa proyeksi dari lembaga internasional salah satunya Bank Dunia terkait proyeksi ekonomi China yang tahun ini melambat,” kata Josua, dalam konferensi pers PermataBank, di Jakarta, Kamis, 7 Maret 2024.

Ia mengatakan ekonomi China memiliki pengaruh yang signifikan pada perekonomian Indonesia dikarenakan lebih dari 20 persen eksportir Indonesia ditujukan ke China. Sehingga perlambatan tersebut berpotensi memengaruhi kinerja sektor-sektor industri RI yang berorientasi ekspor ke China.

Risiko perlambatan ekonomi global yang kedua, lanjut Josua, datang dari hire for longer atau suku bunga yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang dari The Fed.

|Baca juga: Berperan Besar terhadap PDB, Jokowi: Perhatian Khusus kepada UMKM Tidak Salah!

“Diketahui ekspektasi pasar terkait dengan penurunan suku bunga Fed terus mundur, dari April lalu itu ekspektasi penurunannya sekitar 120 basis poin (bsp) kalau per tadi (7 Maret 2024) ekspektasi pasar ini penurunannya sekitar 75 bsp,” terang Josua.

Sehingga tentunya hire for longer itu juga dinilai akan memengaruhi pola pergerakan rupiah yang nantinya berdampak kepada kinerja perekonomian dan juga perbankan. Selanjutnya, dari segi komersil, dia mengatakan, tren peningkatan harga pangan yang terjadi akibat El-Nino turut menjadi faktor yang memengaruhi perekonomian domestik.

“Jadi inflasi yang meningkat tentunya ini juga merefleksikan adanya penurunan daya beli khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sehingga tentunya itu akan berpengaruh juga kepada kinerja perbankan khususnya adalah berkaitan dengan dari sisi DPK dan juga kredit,” tutur Josua.

Josua memproyeksikan, The Fed memiliki peluang penurunan suku bunga sebanyak 75 bsp, dan Bank Indonesia memiliki ruang sekitar 50 bsp.

“sehingga ini diharapkan bisa meningkatkan kinerja investasi dan juga terkait dengan permintaan ataupun kreditnya. Di semester kedua, di ekonomi yang jauh lebih baik diharapkan bisa menopang juga kinerja perbankan,” pungkas Josua.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post ICAEW: Sambut Langkah Progresif Indonesia dalam Penyimpanan Karbon
Next Post Prediksi IHSG dan 4 Rekomendasi Saham untuk Cari Cuan Hari Ini

Member Login

or