1
1

Ekonomi Global Makin Mengerikan, Ini Buktinya

Media Asuransi, JAKARTA – Ekonomi global semakin berisiko tergelincir ke dalam jurang resesi. Hal ini ditujukan sebuah survei terbaru, Selasa.
Konsumen dihadapkan dengan inflasi tinggi yang mengendalikan pengeluaran. Sementara bank sentral memperketat kebijakan secara agresif hanya ketika dukungan diperlukan.

Di sisi lain, rantai pasokan belum pulih dari pandemi virus corona (Covid-19) yang telah semakin dirusak oleh serangan Rusia ke Ukraina. Belum lagi, penguncian ketat pusat manufaktur China akibat Covid-19.

Baca juga: Gaji PNS Tak Naik Selama Tiga Tahun, Ini Kata DPR

Segudang survei purchasing manager yang diterbitkan dari Asia, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) kemarin, menunjukkan aktivitas bisnis berkontraksi. Ini memperlihatkan bahwa hanya ada sedikit harapan perubahan mendasar dalam waktu dekat.

“Sederhananya, tingkat inflasi yang sangat tinggi menyebabkan rumah tangga harus membayar lebih untuk barang dan jasa yang harus mereka beli yang berarti mereka memiliki lebih sedikit pengeluaran untuk barang lain,” kata analis dari Capital, Paul Dales, dikutip Reuters Rabu, 24 Agustus 2022.

“Itu adalah pengurangan dalam output ekonomi. Jadi itulah yang mendorong resesi. Suku bunga yang lebih tinggi memainkan peran kecil tetapi sebenarnya itu adalah inflasi yang lebih tinggi,” jelasnya.

Di AS misalnya, aktivitas bisnis sektor swasta mengalami kontraksi untuk bulan kedua berturut-turut di bulan Agustus. Ini berada pada titik terlemah dalam 18 bulan, dengan penurunan khusus tercatat di sektor jasa.

Menurut ekonom dalam jajak pendapat Reuters Senin, kemungkinan resesi AS adalah 45% dalam satu tahun dan 50% dalam dua tahun.

Baca juga: Data Konsumen Indihome Bocor, Ini Pembelaan Telkom

Eropa juga tak kalah kelam. Krisis biaya hidup juga terjadi di kawasan yang memaksa konsumen harus berhemat. Data suram juga menyematkan mata uaná euro ke level terendah 20 tahun terhadap dolar, dengan melonjaknya harga gas dapat menyeret Eropa menuju resesi.

Di Inggris, di luar Uni Eropa (UE), pertumbuhan sektor swasta melambat karena output pabrik turun dan sektor jasa yang lebih besar hanya melihat sedikit ekspansi. Hal ini pun menunjukkan resesi akan menghajar negara tersebut.

Sementara pertumbuhan pabrik Jepang melambat ke level terendah dalam 19 bulan terakhir karena output dan pesanan baru menurun semakin dalam. Sementara Indeks Manajer Pembelian (PMI) Australia turun di bawah tanda 50, yang mengindikasikan kontraksi.

Inflasi sendiri telah mencapai level tertinggi selama beberapa dekade di banyak bagian dunia. Ini memaksa bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas harga.

Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 2,25 poin persentase tahun ini untuk mencoba mengekang inflasi yang tinggi. Tak hanya AS, kenaikan semacam ini juga dilakukan Bank of Canada (BoC), Bank Sentral Eropa, hingga Bank Inggris.

“Menyusul tanda-tanda berakhirnya kenaikan suku bunga di antara bank sentral yang memimpin pengetatan, investor dapat mengantisipasi bahwa Fed, ECB, dan BoE dapat mengakhiri kenaikan suku bunga mereka pada paruh pertama tahun 2023,” kata analis dari Charles Schwab, Richard Flynn.

“Simposium tahun ini dapat memberikan indikasi awal kapan peralihan dari kenaikan ke pemotongan mungkin terjadi,” jelasnya. Aha

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Gaji PNS Tak Naik Selama Tiga Tahun, Ini Kata DPR
Next Post Dolar AS Konsolidasi, Harga Emas Berpeluang Rebound

Member Login

or