Media Asuransi, JAKARTA – Purchasing Managers’ Index™ (PMI) Manufaktur Indonesia dari S&P Global pada bulan November 2022 kembali mengalami penurunan menjadi 50,3 dari 51,8 pada bulan Oktober, tetapi masih berada di level ekspansif.
Menurut data PMI™ terkini, sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi pada bulan November, meski pada tingkat marginal. Perusahaan menunjukkan kenaikan lemah baik pada permintaan maupun output, yang menyebabkan kenaikan lambat pada aktivitas pembelian dan penurunan pembelian stok.
Pada waktu yang sama, aktivitas perekrutan masih relatif terhenti. Sementara itu hambatan pasokan dan tekanan biaya sedikit berkurang, tetapi ditambah dengan kekhawatiran tentang perkiraan ekonomi, masih menghambat kepercayaan dalam bisnis secara keseluruhan.
Purchasing Managers’ Index™ (PMI) Manufaktur Indonesia dari S&P Global tercatat di posisi 50,3 pada bulan November, turun dari 51,8 pada bulan Oktober. Tercatat di atas tanda tidak ada perubahan 50,0, headline PMI konsisten dengan lima belas bulan berturut-turut perbaikan kesehatan sektor manufaktur Indonesia.
|Baca juga: PMI Manufaktur Indonesia pada Oktober 2022 Turun Lagi
Akan tetapi, tingkat ekspansi merupakan yang paling lambat dalam lima bulan, dan hanya pada kisaran kecil. Produksi manufaktur Indonesia terus berekspansi pada bulan November, didorong oleh kenaikan permintaan.
Namun demikian, tingkat pertumbuhan permintaan baru dan output turun dari posisi Oktober dan hanya pada kisaran marginal. Responden survei melaporkan bahwa kondisi permintaan utama dan pemenangan klien baru mendukung keseluruhan ekspansi bisnis baru, meski beberapa perusahaan melihat permintaan turun di tengah kondisi ekonomi yang menurun dan permasalahan pasokan.
Permintaan asing turun tajam dan pada kisaran cepat dalam 15 bulan, dengan kondisi ekonomi global yang lemah yang sering diungkapkan oleh anggota panel. Dengan pertumbuhan produksi yang lambat dan permintaan yang turun, penumpukan pekerjaan mulai terbentuk kembali pada bulan November, meski hanya sedikit.
Permasalahan pasokan juga berkontribusi terhadap akumulasi bisnis yang belum terselesaikan, dengan waktu tunggu pesanan yang diperpanjang karena kondisi cuaca buruk dan hambatan pasokan.
Sementara itu, pertumbuhan aktivitas pembelian melambat sejalan dengan keseluruhan permintaan. Kuantitas pembelian naik pada kisaran rendah pada periode ekspansi 15 bulan saat ini, yang berakibat pada penurunan stok pembelian pada bulan November. Bukti anekdotal menunjukkan bahwa kenaikan harga juga menyebabkan perusahaan manufaktur Indonesia mengurangi kepemilikan inventaris pra produksi.
|Baca juga: PMI Manufaktur Indonesia Berekspansi Lebih Cepat
Secara bersamaan, inventaris pascaproduksi terus turun di tengah perlambatan permintaan dan pertumbuhan output yang lemah. Tingkat ketenagakerjaan terus naik, meski pada kisaran marginal. Dilaporkan perusahaan manufaktur melakukan memperluas kapasitas tenaga kerja mereka pada bulan November untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan produksi.
Dari segi harga, biaya input terus naik pada seluruh sektor manufaktur pada bulan November. Namun demikian, tingkat inflasi turun ke posisi terendah sejak bulan Desember 2020. Akan tetapi, kenaikan biaya sering berkaitan dengan kenaikan harga bahan baku dan BBM mendorong pabrik untuk kembali kenaikan harga output pada bulan November.
Sentimen secara keseluruhan pada sektor manufaktur terkait tahun mendatang bertahan positif, namun kepercayaan diri dalam bisnis turun sejak bulan Juni. Sementara sebagian besar responden survei mengharapkan kenaikan penjualan pada masa mendatang, beberapa lainnya khawatir kondisi ekonomi global memengaruhi kinerja mendatang.
Menanggapi hasil survei terkini, Jingyi Pan, Economics Associate Director S&P Markit, mengatakan bahwa data PMI November mengungkap pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia melambat pada pertengahan menuju kuartal keempat. Perbaikan lambat di keseluruhan kondisi permintaan di tengah penurunan besar pada penjualan asing merupakan salah satu penyebab hilangnya momentum pertumbuhan.
Dia menjelaskan asal penurunan permintaan adalah kenaikan biaya yang terus terjadi. Meski inflasi harga kembali melambat pada bulan November, yang memberikan sedikit kelegaan bagi perusahaan manufaktur. Namun demikian, harga juga terus naik karena perusahaan meneruskan biaya tambahan kepada klien, yang mungkin memerlukan perhatian kebijakan moneter lanjutan dalam waktu dekat.
“Kepercayaan diri dalam bisnis terus menurun pada bulan November menandai bahwa risiko bahwa sektor bisa jatuh kecuali ada perbaikan yang nyata pada permintaan,” katanya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News