Media Asuransi – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini diperkirakan akan cenderung bergerak konsolidasi dengan kecenderungan menguat pada range pergerakan harga 5.900-6.000.
Regina Fawziah, Equity Research Analyst PT Erdikha Elit Sekuritas, menerangkan bahwa IHSG pada perdagangan awal pekan ini, 31 Mei 2021, ditutup menguat pada level 5.947 (1,69%) ditransaksikan senilai Rp13,49 triliun dengan volume transaksi 22,13 miliar lembar saham, di saat asing melakukan aksi beli bersih Rp748,36 miliar pada beberapa saham LQ45 seperti: net foreign buy, BBRI 590.(B), TLKM 118.(B), MDKA 79.2(B), BMRI 55.0(B), BBNI 45.0(B), BBCA 27.9(B).
Adapun sektor yang menopang laju IHSG perdagangan kemarin meliputi sektor Technology (8,657%), Infrastructures (3,504%), Basic Materials (2,19%), Financials (1,959%), Properties & Real Estate (1,692%), Industrials (1,357%), Transportation & Logistic (1,171%), Healthcare (1,083%), Consumer Cyclicals (0,748%), Consumer Non-Cyclical (0,455%), sedang sektor yang masih membebani laju IHSG kemarin meliputi sektor Energy (-0,687%).
|Baca juga: Erdikha Sekuritas: IHSG Konsolidasi 5.800-5.900
Regina menjelaskan, pergerakan IHSG pada Senin, 31 Mei 2021, cenderung optimistis. Para pelaku pasar masih cenderung merespons optimisme dari Bank Indonesia dan Menteri Keuangan RI terkait pertumbuhan ekonomi kuartal II yang cukup optimistis atau ekspansi. Selain itu Bank Indonesia juga memproyeksikan pertumbuhan inflasi pada tahun ini masih cenderung rendah, sehingga potensi Bank Indonesia untuk mengubah kebijakan moneternya masih rendah.
Selain itu, faktor yang membuat kenaikan IHSG juga salah satunya datang dari bursa AS yang mana akhir pekan lalu telah rilis personal consumption expenditure (PCE). Data tersebut merupakan inflasi acuan bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Inflasi PCE inti dilaporkan tumbuh 3,1% year on year (yoy) di bulan April, jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya 1,8% yoy. Rilis tersebut juga lebih tinggi ketimbang hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi kenaikan 2,9%.
“Meski demikian, The Fed memprediksi tingginya inflasi hanya sementara dan ke depan akan kembali melandai. Sehingga kebijakan ultra-longgar belum akan diubah. Kemudian ada juga terkait data klaim tunjangan pengangguran turun 38.000 menjadi 406.000. Ini adalah jumlah klaim terendah sejak Maret tahun lalu. Perlahan tetapi pasti, pasar tenaga kerja AS bangkit menuju normal sebelum terhantam pandemi Covid-19”.
|Baca juga: Sepekan, Saham Garuda Anjlok 16% Usai Penawaran Pensiun Dini Karyawan
Selain itu, untuk regional para pelaku pasar juga memperhatikan bagaimana perkembangan kasus Covid-19 di domestik yang pada akhir pekan lalu sempat terjadi kenaikan yang cukup signifikan untuk kasus hariannya mencapai 5.449 kasus karena dampak dari arus mudik lebaran. Kemudian di Malaysia kenaikan jumlah kasus hariannya juga meningkat cukup signifikan bahkan di tanggal 1 Juni 2021 Malaysia memberlakukan kebijakan lockdown nasional secara total untuk semua sektor sosial dan ekonomi.
“Tentu kabar mengenai lockdown di Malaysia ini sedikit banyak akan berpengaruh juga terhadap bursa domestik terutama untuk saham-saham berbasis komoditas seperti CPO, dampaknya baik atau buruk? untuk CPO seharusnya baik karena di tengah menurunnya harga komoditas CPO, dengan adanya lockdown ini maka produksi di Malaysia akan terganggu sehingga dapat memicu kenaikan harga pada CPO, tetapi masih tertahan juga kenaikannya karena masih tingginya kasus di India yang akan mengganggu dari sisi demand atau permintaannya”.
Kemudian terkait batu bara terkait dari kebijakan lockdown di Australia itu dinilai berpengaruh terhadap harga komoditas batu bara, akan membuat harga batu bara cenderung meningkat, karena produksi terganggu. Ditambah lagi di China juga tengah terjadi musim penghujan dengan curah hujan yang cukup tinggi bahkan mengakibatkan banjir di sana, yang membuat beberapa hari kemarin harga batu bara juga mengalami kenaikan karena produksi dan supply-nya terganggu.
|Baca juga: BEDAH SAHAM: Mengukur Efek Aplikasi Livin 2.0 bagi Kinerja Bank Mendiri (BMRI)
Kemudian dari domestik, untuk batu bara faktor lainnya karena adanya kebijakan terkait soal pajak karbon yang dalam jangka menengah bisa mengerem industri akan kebutuhan bahan bakar batu bara dan pemerintah yang berencana tidak akan menambah lagi pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara dalam rangka mengurangi emisi karbon. Sehingga untuk batu bara sebenarnya sedang dibayangi oleh dua katalis yakni positif dan negatif.
“Pada hari Rabu, ada beberapa indikator ekonomi Indonesia yang perlu diperhatikan oleh para investor seperti Markit Manufacturing PMI yang diproyeksikan masih akan ekspansi namun melambat, kemudian Tingkat inflasi baik secata tahunan atau MoM yang diproyeksikan masih akan tumbuh melambat namun meningkat dibandingkan dengan sebelumnya, yakni berkisar di 0,2% secara month on month (mom) dan 1,7% secara tahunan menurut konsensus Trading Economic, kemudian yang terkahir terkait data tourist arrival yang masih cenderung tumbuh negatif namun sedikit ada perbaikan dibandingkan sebelumnya yakni sebesar -60% dari -72,73%.” Aca
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News