Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings telah mengafirmasi Peringkat Jangka Panjang Issuer Default Rating (IDR) PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (Japfa) di ‘B+’. Outlook adalah Stabil.
Fitch juga telah mengafirmasi peringkat atas obligasi senior tanpa jaminan yang jatuh tempo tahun 2026 di ‘B+’, dengan Recovery Rating ‘RR4’. Pada saat yang sama, Fitch Ratings Indonesia telah mengafirmasi Peringkat Nasional Jangka Panjang Japfa di ‘A(idn)’ dengan Outlook Stabil.
“Afirmasi peringkat ini mencerminkan ekspektasi kami bahwa EBITDA net leverage, setelah konsolidasi proporsional beberapa anak perusahaan, akan tetap baik untuk peringkatnya yaitu di bawah atau sekitar 2,5x (2024: 1,5x) dalam jangka menengah, dengan penurunan harga bahan baku yang dan permintaan unggas yang kuat,” tulis Fitch dalam keterangan resmi dikutip, Selasa, 26 Agustus 2025.
|Baca juga: Japfa Comfeed (JPFA) Akan Buyback Saham senilai Rp470 Miliar
Peringkat ini juga mencerminkan ekspektasi Fitch atas peningkatan pembayaran dividen, yang muncul akibat berkurangnya transparansi pada pemegang saham 55,4% Japfa, yaitu Japfa Pte Ltd (JL). Selain itu, obligasi USD Japfa kemungkinan akan dibiayai kembali dengan pinjaman bank lokal yang memiliki pembatasan yang lebih longgar.
Peringkat Nasional ‘A’ menunjukkan ekspektasi tingkat risiko gagal bayar yang rendah relatif terhadap emiten atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama.
Japfa baru-baru ini telah menandatangani pinjaman bank lokal dengan total sebesar Rp7 triliun, atau sekitar US$435 juta, yang dapat digunakan untuk pelunasan sisa obligasi USD senilai US$348 juta yang jatuh tempo pada Maret 2026.
|Baca juga: Taka Indonesia (TAKA) Diganjar Peringkat idBBB dengan Prospek Stabil
Pinjaman lokal ini akan mengatur jatuh tempo utang dari struktur amortisasi, mengurangi eksposur nilai tukar dan biaya hedging yang terkait, serta kemungkinan akan menghasilkan pembatasan yang lebih longgar terhadap arus kas keluar dari Japfa.
JL telah diprivatisasi pada Juni 2025, dan kini sepenuhnya dimiliki oleh keluarga Santosa dan Kolonas. Sekitar 18% saham JL sebelumnya tercatat di Bursa Singapura. Penghapusan pencatatan ini mengurangi transparansi keuangan JL, dan dapat menyebabkan perubahan dalam tata kelola serta kebijakan keuangan Japfa.
Fitch memperkirakan pembayaran dividen yang lebih tinggi oleh Japfa, karena Fitch melihat operasi JL (di luar Japfa) kemungkinan akan tetap mengalami volatilitas akibat ketidakseimbangan permintaan dan pasokan babi di Vietnam yang disebabkan oleh wabah African Swine Flu yang berulang.
|Baca juga: BEI Akhirnya Suspensi Saham Fimperkasa Utama (FIMP), Ini Alasannya
Selain itu, terdapat utang yang cukup besar di JL (di luar Japfa) sebesar US$366 juta pada akhir 2024. Operasi JL (di luar Japfa) menjadi menguntungkan pada 2024 namun tetap volatile, dan sebelumnya mengalami kerugian selama dua tahun terakhir. Japfa tetap membagikan dividen bahkan pada tahun-tahun operasional yang lemah seperti 2022, yang dapat digunakan untuk mendukung bisnis operasional JL yang merugi.
“Kami memperkirakan EBITDA net leverage, setelah melakukan konsolidasi proporsional beberapa anak perusahaan, akan meningkat tetapi tetap di bawah 3x dalam tiga tahun ke depan, setelah membaik menjadi 1,5x di tahun 2024 (2023: 3,5x).”
Hal ini didorong oleh rata-rata EBITDA tahunan yang lebih kuat sebesar Rp5 triliun (1H25: Rp2,6 triliun; 2024: Rp6,2 triliun) dibandingkan ekspektasi kami sebelumnya, yang diimbangi oleh pembayaran dividen yang lebih tinggi sekitar 70% mulai tahun 2026 (2024: 93% dari laba bersih tahun 2023). Japfa membayarkan dividen tertinggi yaitu sebesar Rp819 miliar pada tahun 2024 (1H25: Rp814 miliar), yang menurut pandangan Fitch, sebagian digunakan untuk mendanai privatisasi JL.
“Kami memperkirakan EBITDA margin secara konsolidasi akan tetap berada di sekitar 9% (1H25: 9,7%, 2024: 11,3%) seiring harga bahan baku utama, termasuk jagung dan soybean meal, yang tetap rendah. Harga jagung lokal tetap stabil pada 1H25 dibandingkan dengan sepanjang tahun 2024 karena produksi domestik yang stabil. Sementara itu, harga soybean meal, yang diimpor oleh Japfa, terus menurun seiring meningkatnya produksi kedelai global.”
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News