Media Asuransi, JAKARTA – Hardening market di pasar reasuransi global menjadikan 2023 sebagai tahun terberat bagi industri reasuransi. Hal ini disampaikan Direktur Independen PT Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein), Trinita Situmeang dalam Seminar Reinsurance Treaty Market Update an Structure Solution Program yang diselenggarakan oleh PT. CBDANH Reinsurance Broker di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
“Hal ini disebabkan dengan situasi yang campur aduk. Ada yang ngerem mendadak, ada yang cancel tiba-tiba, ada yang kapasitasnya tiba-tiba turun, ada yang kaget terhadap hasil treaty perusahaan. Jadi sangat hebat turbulensi kita tahun ini,” ujarnya.
Trinita membenarkan, bahwa hardening market ini sudah menyerang pasar reasuransi sejak tahun 2021 silam. Penyebabnya adalah yang pertama, karena international reinsurance market yang terdampak oleh catasthropic events.
|Baca juga: Dampak Hardening Market bagi Industri Asuransi di Indonesia
Kedua karena risk adjusted cost yang diimbangi dengan akumulasi eksposur. “Makin banyak bisnis, makin besar harga yang harus kita (reasuransi) bayar. Jadi, sebagai BOD saya nggak bisa cuma bilang tumbuk. Karena kalau saya tumbuk, saya harus alocated cost untuk membeli proteksi,” jelasnya.
Ketiga risk appetite yang terus menurun untuk proporsional treaty, yang berdampak pada konsentrasi risiko di pasar domestik. Keempat, kebijakan lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) yang mempengaruhi minat reasuransi untuk menyerap risiko pertambangan dan eksplorasi.
Kelima, implementation of several mandatory clauses. “Kita sekarang harus punya cyber risk (risiko siber), infectious diseases (terkait penyakit menular), kemudian claim reporting (laporan klaim). Karena semuanya harus melakukan pencadangan yang memadai,” tutur Trinita.
Dia tegaskan, ketidaksiapan dalam menghadapi situasi hardening ini menjadi faktor utama mengapa tahun ini dikatakan sebagai tahun terberat.
Kemudian Trinita melanjutkan, jika aktivitas peningkatan klaim dan juga beberapa loss seperti peristiwa kapal karam yang terjadi sebelum renewal pada waktu lalu di Selat Bangka menyebabkan harga renewal dari marine naik 70 persen dalam tempo tiga hari.
Trinita menilai bahwa saat ini harga retro mengalami kenaikan yang disebabkan karena perusahaan asuransi dari depan, ceding-ceding, hasilnya mempengaruhi wajah dari perusahaan reasuransi.
“Kemudian beberapa facility, kebaikan-kebaikan, genoricity yang di profit local market hari ini hampir tidak terdengar,” tambahnya. Terkait prorata treaty premium income, menurutnya selama lima tahun terahir, perkembangan prorata treaty premium income tidak mengalami pertumbuhan yang cukup bagus, hal ini disebabkan karena adanya facility tersebut.
“Jadi kalau sudah dapat 75 persen bakal bagus. Sementara EPI versus treaty limitnya jauh. Hari ini kita punya rasio di market itu 1:15, 1:20, jadi kalau dilihat raport treaty itu satu di dalam tiga tahum, satu di dalam dua tahun, pasti ada yang combine ratio-nya di atas 100 persen, nah itulah yang membebani market reasuransi regional, sehingga kita juga dalam situasi hardening,” ujar Trinita.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News