Media Asuransi, JAKARTA – Industri asuransi Tanah Air dinilai perlu mengembangkan jenis asuransi yang terkait dengan efek pandemi, seperti kesehatan atau kehilangan keuntungan karena pandemi.
Wakil Presiden Direktur PT Asuransi MSIG Indonesia, Bernard P Wanandi, mengatakan bahwa belajar dari pandemi Covid-19, jenis asuransi yang terkait dengan efek pandemi tersebut mungkin akan dibutuhkan di masa depan.
“Tetapi memang ini tidak mudah karena pandemi sulit untuk diukur dan diperkirakan kerugiannya, dukungan penuh dari reasuransi karena pandemi umumnya dikecualikan di program reasuransi dan program ini haruslah bersifat jangka panjang untuk memastikan tersedianya kumpulan premi asuransi yang cukup terhadap risikonya,” jelasnya kepada Media Asuransi, belum lama ini.
Asuransi terkait pandemi merupakan salah satu bagian dari asuransi bencana nonalam yang saat ini sedang dihadapi oleh semua negara di dunia.
|Baca juga: Menurut Pialang Asuransi Produk Asuransi Covid-19 Paling Diminati
Terkait dengan asuransi bencana alam, pemerintah telah memiliki Program Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI) yang salah satu pilarnya adalah Asuransi Barang Milik Negara (ABMN), adalah sangat baik sebagai langkah awal yang mulai dilakukan pada tahun 2019.
“Tetapi ini perlu ditingkatkan untuk mencakup seluruh Kementerian/Lembaga negara dan tidak terbatas hanya pada Kementerian/Lembaga tertentu. Saat ini aset yang diberi perlindungan asuransi hanyalah bangunan, untuk menjamin perlindungan asuransi yang menyeluruh, ke depannya dimungkinkan untuk menjamin aset yang lain, seperti infrastruktur (jalan, bendungan), kendaraan bermotor, dan sebagainya,” jelas Bernard.
Menurutnya, DRFI ini merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mencari solusi keuangan dan inovasi bagi pendanaan alternatif guna melengkapi APBN dalam hal pembiayaan bencana. Diharapkan untuk ke depannya, program ini bisa memanfaatkan program asuransi untuk memberikan proteksi bencana kepada aset negara dan kelompok masyarakat yang paling rentan untuk menghindari kemungkinan gap pembiayaan bencana nasional yang mungkin terjadi.
Dia menjelaskan, kebutuhan asuransi bencana bagi masyarakat Indonesia cukup besar mengingat kondisi geografis negara Indonesia yang termasuk dalam “ring of fire”. Seiring dengan meningkatnya populasi serta pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan fisik yang meluas, potensi kerugian masyarakat akibat bencana alam semakin besar. Dana cadangan bencana yang dianggarkan oleh pemerintah tidak cukup untuk menutup kerugian akibat bencana yang besaran rata-ratanya selama 15 tahun terakhir adalah sekitar Rp20 triliun per tahun. Dengan demikian kebutuhan akan asuransi bencana masih besar di Indonesia.
|Baca juga: Kriteria Asuransi Kesehatan yang Cocok Saat Pandemi Covid-19
“Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan kesadaran berasuransi (insurance awareness) yang tinggi. Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di kuartal I/2021 adalah relatif stagnan dan masih berada di angka yang kecil, yaitu 3,11%. Terlebih lagi, penetrasi untuk asuransi kerugian angkanya lebih kecil, yakni di bawah 1%.”
Lebih lanjut, Bernard mengatakan bahwa melihat praktik di negara lain, program asuransi bencana nasional terutama untuk rumah tinggal memungkinkan untuk menjadi sesuatu yang wajib (mandatory) guna memberikan jaminan perlindungan bencana alam untuk masyarakat kecil yang lebih rentan.
“Kita juga bisa belajar dari negara lain mengenai kesiapan industri untuk merespons dengan cepat jika terjadi bencana alam melalui proses klaim asuransi yang mudah melalui penggunaan teknologi pencitraan satelit untuk melihat dampak bencana secara luas, penggunaan gawai untuk mengirim foto-foto kerusakan, dan penggunaan drone untuk membantu proses survei klaim,” jelasnya.
Selain itu, sambung Bernard, Indonesia juga bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah menawarkan parametric insurance sebagai upaya penanggulangan bencana alam, seperti gempa bumi. Parametric insurance tidak dimaksudkan untuk menggantikan asuransi tradisional, tetapi untuk melengkapi dan mempercepat penanggulangan pasca kejadian.
“Jenis asuransi ini dirancang untuk menutupi kerugian bencana secara spesifik pada frekuensi tertentu. Klaim ganti rugi akan langsung dibayarkan jika terjadi gempa bumi pada skala kekuatan tertentu dan jumlah ganti rugi yang diberikan tergantung pada jarak lokasi Tertanggung dari pusat gempa,” ujarnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News