1
1

Ini Syarat Lengkap Mendirikan Bank Digital

Media Asuransi – Otoritas Jasa keuangan (OJK) resmi menerbitkan aturan baru untuk sektor perbankan, yang sebelumnya telah dirancang sejak 16 April silam. Kebijakan itu tertuang dalam POJK 12/2021 yang mengatur tentang penyelenggaraan bank digital.

Dalam POJK 12/2021 dijelaskan bahwa bank digital adalah bank yang melakukan transaksi secara elektronik dan tidak perlu mempunyai cabang yang banyak. Perusahaan boleh beroperasi dengan hanya satu kantor pusat dan kantor fisik dengan jumlah terbatas.

Selain itu, modal inti pendirian bank baru ialah sebesar Rp10 triliun. Sementara bank konvensional yang bertransformasi menjadi bank digital, harus memiliki modal inti Rp3 triliun. Sementara dari sisi keamanan, OJK mengatakan masih akan mengawasi bagaimana bank digital mengelola risikonya dan akan dilakukan evaluasi secara berkala.

Baca juga: BI Diramal Pertahankan Suku Bunga 3,5 Persen Hingga Akhir Tahun

Kehadiran POJK No.12/2021 jadi hal yang ditunggu-tunggu karena memberi kejelasan tentang bank digital. Salah satunya hanya perusahaan dengan pendanaan yang kuat yang dapat menjalankan usaha ini, yang diatur lewat persyaratan modal inti.

POJK Bank Umum terdiri dari 19 bab dan 160 pasal. Adapun ketentuan mengenai bank digital diatur dalam Bab IV pada Pasal 23 sampai dengan Pasal 31. Ketentuan bank digital tidak banyak mengalami perubahan dari kisi-kisi yang disampaikan OJK pada awal tahun ini.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, mengatakan bahwa melalui regulasi ini, OJK memberikan kepastian hukum bagi investor dan para pelaku industri perbankan yang ingin menjalankan bisnis model bank digital.

OJK mendefinisikan bank digital sebagai Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utamanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat (KP), atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas. Bank digital dapat beroperasi melalui dua jenis model.

Baca juga: Peringkat Bank Jateng Ditegaskan idA+ Stabil

Pertama, mendirikan bank baru sebagai bank digital. Kedua, transformasi dari bank umum menjadi bank digital. Artinya, bank eksisting saat ini bisa dikonversi menjadi bank digital dengan memenuhi sejumlah syarat dan ketentuan.

Sementara itu, untuk bank umum yang ditransformasi menjadi bank digital, pemilik bank harus memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Selain itu, bank yang ingin dikonversi menjadi bank digital harus memenuhi sejumlah syarat.

Pertama, memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah. Kedua, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang prudent dan berkesinambungan.

Ketiga, memiliki manajemen risiko secara memadai. Keempat, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan.

Kelima, menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah. Keenam, memberikan upaya yang kontributif terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.

Enam persyaratan ini juga berlaku bagi bank digital baru, selain menyediakan modal inti senilai Rp10 triliun. Setelah memenuhi sejumlah persyaratan, bank yang menyandang status digital memperoleh sejumlah keistimewaan.

Bank digital boleh beroperasi hanya dengan satu kantor pusat, atau menjalankan bisnis dengan kantor fisik dalam jumlah yang terbatas. Regulasi ini memberi ruang bagi bank digital untuk mengurangi jaringan kantor atau layanan fisiknya. Hal itu termuat dalam Pasal 27 ayat 3.

Fleksibilitas ini memungkinkan bank beroperasi secara lebih efisien dengan memaksimalkan aset digital. Adapun, tata cara dan proses konsolidasi jaringan kantor cabang juga diatur secara terperinci. Dengan begitu, pengurangan jaringan kantor cabang dilakukan secara hati-hati dengan tetap menjaga kualitas pelayanan kepada nasabah.

POJK bank umum ini menunjukkan OJK yang responsif dan akomodatif terhadap perkembangan zaman. Terutama dalam memahami pola perubahan konsumsi masyarakat yang semakin digital, serta kemunculan sejumlah produk baru berbasis teknologi di industri jasa keuangan.

Regulasi ini juga memberikan kepastian bagi para investor yang ingin memiliki bank digital di Indonesia. Investor memiliki opsi untuk mendirikan bank digital, baik dengan pendirian bank baru atau mengakuisisi bank kecil dan kemudian mengkonversinya menjadi bank digital.

Sementara bank eksisting juga mendapatkan panduan yang jelas jika ingin mengajukan izin beroperasi sebagai bank digital. “OJK tidak memberi dikotomi antara fully digital bank dan bank digital biasa,” jelasnya.

Sebelumnya, OJK menyebut sejumlah bank dalam proses go digital. Di antaranya, Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk, PT Bank Neo Commerce Tbk, PT Bank Capital Tbk, PT Bank Harda Internasional Tbk, PT Bank QNB Indonesia Tbk, dan PT KEB Hana Bank.

Sementara, bank-bank yang telah menyatakan diri sebagai bank digital seperti Jenius dari Bank BTPN, Wokee dari Bank Bukopin, Digibank dari Bank DBS, TMRW Bank UOB, Jago milik Bank Jago, MotionBanking dari MNC Bank, dan Bank Aladin. Aha

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post BI Diramal Pertahankan Suku Bunga 3,5 Persen Hingga Akhir Tahun
Next Post Kejutan, HK Metals Utama (HKMU) Tunjuk Ricky Harun Jadi Komisaris

Member Login

or