Media Asuransi, JAKARTA – Pemerintah menyatakan akan terus memperkuat daya tahan ekonomi dan APBN untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
“Kita akan memperkuat daya tahan ekonomi dan daya tahan APBN kita, sehingga dengan berbagai pemulihan dan pencapaian kita hingga kuartal ketiga ini, kita akan terus menjaga momentumnya sampai dengan akhir tahun dan memasuki 2023 relatif dalam situasi yang kita lebih siap, atau kita memiliki daya tahan yang kita tingkatkan,” tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Oktober 2022 secara daring.
Pandemi Covid-19 global semakin terkendali, ditunjukkan oleh semakin banyaknya negara yang menyatakan pandemi telah berakhir. Namun di sisi lain, prospek perekonomian global terus melemah. Harga komoditas global masih volatile dan cenderung tinggi meski terdapat peningkatan demand pasca pandemi. Hal ini disebabkan peningkatan demand tersebut tidak diikuti dengan perbaikan pada sisi supply. Kondisi demikian semakin serius dengan adanya perang yang berkepanjangan.
Selain itu, tekanan inflasi yang masih tinggi mendorong pengetatan kebijakan moneter di banyak negara dan berpotensi meningkatkan cost of fund dan pengetatan likuiditas global serta dapat menyebabkan terjadinya resesi di beberapa negara. Dengan peningkatan berbagai risiko tersebut, IMF dalam World Economic Outlook (WEO) Oktober 2022 memproyeksikan pertumbuhan global 2022 melambat ke 3,2% (2021: 6,0%), serta outlook pertumbuhan 2023 turun 0,2 percentage point dari perkiraan bulan Juli menjadi 2,7%. Sementara proyeksi IMF terhadap ekonomi Indonesia, diperkirakan tetap tumbuh sebesar 5,3% pada 2022 dan sedikit menurun ke level 5% pada 2023.
|Baca juga: Digitalisasi Ekonomi dan Keberlanjutan Jadi Kunci Kemakmuran di APEC
Dari dalam negeri, pemulihan ekonomi domestik terus berlanjut di tengah perlambatan di banyak negara. Pertumbuhan ekonomi Kuartal III diperkirakan masih cukup kuat, didukung konsumsi rumah tangga dan ekspor yang diperkirakan menjadi penopang utama. Purchasing Manufacture Index (PMI) Indonesia meneruskan akselerasi di tengah kontraksi dan pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih baik di tahun 2022, sejalan dengan proyeksi yang dilakukan oleh lembaga internasional terkemuka seperti ADB (5,4%), IMF (5,3%), Bloomberg (5,2%), Bank Dunia (5,1%). Di tengah beragam tantangan, kinerja APBN September 2022 tetap positif dan terkendali, ditopang pendapatan yang sangat baik. Sementara itu, belanja negara tumbuh, namun perlu tetap terus diakselerasi. Pengelolaan fiskal yang inklusif dan pruden di tengah kondisi kenaikan suku bunga dan pelemahan nilai tukar, mendorong penurunan kebutuhan pembiayaan.
Secara keseluruhan, APBN 2022 berkinerja baik, tetapi berbagai ketidakpastian dan risiko akibat tekanan global harus diwaspadai dan dimitigasi. Pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat di tengah pelemahan prospek ekonomi global.
|Baca juga: Hingga September 2022, Pendapatan Negara Capai 107,0% dari Pagu
Dari sisi eksternal, kinerja Neraca Perdagangan terus melanjutkan surplus, yaitu pada bulan September surplus sebesar USD4,99 miliar, didukung peningkatan ekspor komoditas khususnya batu bara dan CPO. Ekspor dan impor bulan September 2022 tumbuh positif dipengaruhi menguatnya harga komoditas global dibandingkan tahun sebelumnya, di mana ekspor tumbuh 20,28% (yoy) dan impor tumbuh 22,02% (yoy).
Prospek pertumbuhan jangka pendek masih cukup kuat, terefleksi baik pada sisi konsumsi maupun produksi. Indeks Google Mobility di atas level pandemi, meskipun sedikit melambat di bulan Oktober, yaitu per 15 Oktober 2022 di angka 16,8. Indeks penjualan ritel masih tetap tumbuh positif, diperkirakan sebesar 5,5% (yoy) pada bulan September, serta belanja masyarakat dilihat dari Mandiri Spending Index masih terus terjaga di angka 128,6 per 2 Oktober 2022. Kemudian, konsumsi listrik yang tinggi pada kegiatan industri (8,1% (yoy)) dan bisnis (17,3% (yoy)) juga menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi masih berlanjut.
Selain itu, aktivitas manufaktur Indonesia masih kembali menguat di tengah tekanan inflasi bulan September yang semakin besar. PMI Manufaktur bulan September 2022 naik menjadi 53, sedangkan inflasi bulan September naik menjadi 6,0% (yoy) didorong oleh administered prices, meskipun relatif moderat dibandingkan negara lain. Sementara itu, perkembangan pasar keuangan domestik ikut terdampak volatilitas global.
Kebijakan hawkish the Fed berdampak pada arus keluar dari emerging market, termasuk di Indonesia. Meski demikian, portofolio investor global masih overweight terhadap obligasi Indonesia. Selain itu, dari segi kepemilikan, SBN masih didominasi oleh perbankan dan BI, sementara porsi kepemilikan asing turun secara bertahap sejak akhir 2019 (38,57%) ke angka 14,09% per 18 Oktober 2022.
Kinerja pasar SBN domestik masih resilien dan lebih baik dibandingkan kinerja surat utang negara lain, ditunjukkan dengan posisi yield Indonesia yang masih cenderung moderat. Meski tetap terjaga dengan kinerja baik, perlu diwaspadai berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter global, utamanya kebijakan The Fed.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News