Media Asuransi – Ke mana arah pemulihan ekonomi ke depan seiring dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal IV/2020 terkontraksi 2,19 persen atau sepanjang 2020 terkontraksi 2,07 persen?
Untuk menjawab itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan menilai tren pemulihan ekonomi pada kuartal IV/2020 ini diprediksi akan terus berlanjut di tahun 2021. Hal ini tercermin melalui beberapa indikator seperti PMI Manufaktur pada bulan Januari 2021 yang kembali meningkat dari 51,3 pada Desember 2020 menjadi 52,2 pada Januari 2021.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan dukungan kebijakan fiskal yang telah terjadi secara kuat di 2020 akan tetap dilanjutkan dan tetap bersifat countercyclical di 2021.
Hal ini tercermin pada angka defisit 5,7 persen terhadap PDB dalam APBN 2021. Pemerintah juga akan tetap fokus melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2021 baik untuk dukungan terhadap rumah tangga maupun sektor usaha, khususnya UMKM.
“Kinerja perekonomian Indonesia terus menunjukkan arah pemulihan dan sudah berjalan pada jalur yang tepat (on-track). Ke depan, arah pemulihan ini akan didorong lebih cepat, terutama dengan mulai berjalannya vaksinasi secara terukur dan terencana dengan baik,” kata Febrio dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat 5 Februari 2021.
Baca Juga:
- Cadangan Devisa Januari 2021 Meningkat
- Kinerja Meningkat Pesat, APRDI-KSEI Dorong Sistem Pelaporan Reksa Dana Secara Online
- LPEI Teken Kerja Sama Penjaminan dengan Bank BTN
Menurut catatan Febrio, kelanjutan fase pemulihan perekonomian Indonesia tercermin pada angka pertumbuhan PDB kuartal IV/2020 sebesar -2,19 persen (YoY). Hal ini lebih baik dibandingkan kinerja dua kuartal sebelumnya yang mencatat kontraksi -5,32 persen di kuartal II dan -3,49 persen di kuartal III. Secara keseluruhan, kinerja ekonomi nasional di sepanjang 2020 tercatat tumbuh sebesar -2,07 persen (YoY).
BKF mencatat, realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut berada dalam rentang proyeksi pemerintah di kisaran -2,2 persen sampai dengan -1,7 persen. Kinerja pertumbuhan ekonomi ini lebih baik dibandingkan banyak negara di ASEAN maupun G20 yang mengalami kontraksi cukup dalam, seperti: AS -3,5 persen; Jerman -5,0 persen; Rusia -3,1 persen; Singapura -5,8 persen; Filipina – 9,5 persen.
“Capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Korea -1,0 persen, Tiongkok 2,3 persen, dan Vietnam 2,9 persen,” katanya.
Febrio menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 diperkirakan akan kembali tumbuh positif di level sekitar 5,0 persen. Proyeksi ini menunjukan adanya tren pembalikan (rebound), searah dengan prediksi beberapa lembaga internasional, seperti: IMF 4,8 persen, Bank Dunia 4,4 persen, dan ADB 4,5 persen.
“PMI Manufaktur yang menyentuh angka 52,2 pada Januari 2021 merupakan level tertinggi dalam enam tahun terakhir. Selain itu, tingkat keyakinan masyarakat juga terus berada pada tren positif. Namun demikian, adanya variasi angka proyeksi menunjukan faktor ketidakpastian dari perkembangan Covid-19 dan proses pelaksanaan vaksinasi,” kata Febrio
Ke depan, lanjut Febrio, pemerintah akan tetap fokus pada langkah-langkah antisipatif dan responsif dalam menekan penyebaran pandemi COVID-19 serta mendorong keberlanjutan trend pemulihan ekonomi nasional.
Selain menggenjot vaksinasi, pemerintah tetap memperkuat 3T (testing, tracing, treatment) dan mendorong kedisiplinan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan memakai sabun) untuk mencapai herd immunity.
“APBN 2021 terus diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi namun tetap konsolidatif dengan defisit 5,7 persen terhadap PDB. Program PEN terus dilanjutkan untuk memastikan penanganan Covid-19 terus berjalan secara efektif, menjaga daya beli masyarakat, serta menstimulasi pemulihan dunia usaha” ungkap Febrio.
Baca Juga:
- Harga Saham BRIS Melonjak 5 Kali Lipat
- NH Korindo Sekuritas: IHSG Menanti Rilis Pertumbuhan Ekonomi
- Reliance Sekuritas: IHSG Berpotensi Kembali Menguat
Menurut Febrio, Kementerian Keuangan bersama dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus melakukan koordinasi secara erat untuk memastikan bahwa proses pemulihan ekonomi nasional didukung oleh kebijakan yang kondusif, terpadu dan efektif.
Di sisi lainnya, lanjut Febrio, kebijakan fiskal baik dalam bentuk insentif fiskal dan belanja negara, kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, kebijakan makroprudensial sektor keuangan, dan kebijakan penjaminan simpanan secara terpadu diarahkan selaras dengan reformasi struktural yang terus dilakukan.
“Koordinasi dan sinergi kebijakan terpadu dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi sangat dibutuhkan untuk membantu pelaku ekonomi agar tetap dapat bertahan dan mulai melakukan ekspansi usahanya mengambil momentum pemulihan ekonomi yang sudah semakin nyata,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Febrio, reformasi struktural untuk menghapus berbagai hambatan iklim usaha dan produktivitas terus dilakukan pemerintah. Manfaatnya akan tercermin pada meningkatnya aktivitas ekonomi khususnya investasi yang menciptakan lapangan kerja.
“Momentum reformasi terus diperkuat dalam fase pemulihan ekonomi, sebagaimana tercermin dalam aturan turunan UU Cipta Kerja yang telah dirampungkan dan segera dapat diimplementasikan,” pungkas Febrio. One
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News