Pada paruh pertama 2018, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mampu menunjukkan kinerja yang baik, antara lain ditandai oleh pertumbuhan laba bersih yang mencapai 16,0 persen, yaitu dari Rp6,41 triliun pada semester pertama 2017 menjadi Rp7,44 triliun pada semester pertama 2018. Direktur Utama BNI Achmad Baiquni dalam konferensi pers tentang kinerja BNI kuartal kedua 2018 di Jakarta, 18 Juli 2018 menjelaskan bahwa pertumbuhan laba bersih tersebut didorong oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan bunga bersih (NII) BNI, disertai perbaikan kualitas aset.
Baiquni menyatakan, BNI optimistis kinerja baik yang dicapai pada paruh pertama tahun 2018 tersebut akan tetap meningkat pada semester kedua tahun ini. Pada semester pertama tahun 2018, BNI mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 13,5 persen, didominasi oleh dana murah (CASA) yang komposisinya mencapai 63,8 persen dari total dana yang terhimpun.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Bisnis Ritel BNI Tambok P Setyawati menyatakan bahwa ruang bagi BNI untuk menyalurkan kredit pun masih terbuka lebar, ditandai dengan loan to deposit ratio (LDR) yang mencapai 87,3 persen pada semester pertama tahun 2018 ini. “Seluruh kondisi itu memberikan keyakinan bahwa BNI mempunyai likuiditas yang baik dan ruang yang cukup untuk melanjutkan ekspansi kredit pada semester kedua tahun 2018,” kata Tambok.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pertumbuhan laba bersih BNI yang mencapai 16,0 persen, ditopang oleh NII yang meningkat dari Rp15,40 triliun pada semester pertama tahun 2017, menjadi Rp7,45 triliun pada tahun 2018, atau tumbuh 13,3 persen. Pendukung pertumbuhan laba bersih BNI lainnya adalah realisasi pendapatan non bunga yang tumbuh 9,1 persen yoy (year on year/tahunan), yaitu dari Rp4,65 triliun pada semester pertama 2017 menjadi Rp5,08 triliun pada semester pertama 2018.
Menurut Tambok, pendapatan non bunga pada semester pertama 2018 didorong oleh peningkatan kontribusi fee dari segmenbusiness banking, antara lain fee dari trade finance yang tumbuh 8,7 persen yoy dan fee dari bank garansi yang tumbuh 14,3 persen yoy. Selain itu juga berasal dari pertumbuhan bisnis consumer & retail, antara lain fee pengelolaan rekening yang tumbuh 8,6 persen yoy, dan fee dari bisnis kartu yang tumbuh 7,1 persen yoy. “Dengan adanya peningkatan net interest income dan non interest income, perbaikan kualitas aset, serta upaya efisiensi OPEX yang telah dilakukan, BNI mampu menumbuhkan tingkat laba bersih hingga 16,0 persen yoy. Peningkatan profitabilitas ini mendorong perbaikan return on equity (ROE) dari 15,6 persen menjadi 16,5 persen,” ujar Tambok.
Dari sisi aset, pada semester pertama 2018, BNI mencatatkan nilai aset yang mencapai Rp734,19 triliun atau tumbuh 16,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu Rp631,74 triliun. Dari sisi kualitas aset, NPL Gross BNI tercatat membaik, dari 2,8 persen per Juni 2017 menjadi 2,1 persen pada akhir Juni 2018. Perbaikan NPL tersebut disebabkan pengelolaan kualitas aset yang terus membaik, salah satunya dengan cara melakukan ekspansi yang selektif dan prudent dengan manajemen risiko kredit yang terukur.
Menurut Direktur Bisnis Ritel BNI Tambok P Setyawati, dengan perbaikan kualitas kredit tersebut, BNI mampu menjagacredit cost relatif stabil pada 1,7 persen. Sementara itu, coverage ratio juga mengalami perbaikan dari 147,2 persen pada semester pertama 2017 menjadi 150,2 persen di akhir semester pertama 2018. “Penetapan pencadangan ini merupakan langkah pre–emptivedan konservatif BNI yang dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan penurunan kualitas aset di masa-masa mendatang,” katanya. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News