Media Asuransi, JAKARTA – Kinerja asuransi umum di sektor kredit mencatatkan loss ratio atau rasio beban klaim yang tinggi selama 5 tahun terakhir sehingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu meningkatkan pengawasan dan analisa yang lebih komprehensif untuk produk asuransi yang berkaitan erat dengan sektor perbankan ini.
Hal tersebut terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh IFG Progress Financial Research yang merupakan lembaga think tank dari IFG Group. Dalam Economic Bulletin – Issue 5 bertajuk “Asuransi Umum Indonesia: Kondisi dan Tantangan” yang diterbitkan pada 4 Maret 2022, Tim Riset IFG yang terdiri dari Reza Yamora Siregar, Rosi Melati, dan Nada Serpina memaparkan bahwa sekitar 40% dari 30 perusahaan yang diobservasi terletak di kuadran I yakni loss ratio yang di atas rata-rata industri dengan mencatatkan rasio laba/rugi yang rendah di bawah rata-rata rasio laba/rugi industri.
“Hampir 70% dari perusahaan asuransi umum yang bisnis utamanya terkonsentasi di sektor kredit (dilihat berdasarkan share premi per sektor terhadap total premi perusahaan) mencatatkan loss ratio yang tinggi.”
|Baca juga: 4 Faktor Pendorong Transformasi Digital di Industri Asuransi Indonesia
Berdasarkan temuan tersebut, IFG Progress menilai regulator selayaknya perlu melakukan pengawasan dan analisa lebih komprehensif terhadap kinerja asuransi umum di sektor kredit mengingat sektor tersebut tercatat sebagai kontributor premi tertinggi ketiga terhadap total premi asuransi umum Indonesia. “Kinerja yang buruk di sektor kredit dapat mempengaruhi performa industri asuransi umum secara keseluruhan.”
Untuk mengevaluasi indikator loss ratio terhadap kinerja laba/rugi perusahaan asuransi umum, observasi studi ini mengevaluasi data dari 30 perusahaan asuransi umum dengan premi terbesar yang mewakili industri dengan total market share premi sekitar 87% dari total premi industri keseluruhan tahun 2020.
Tiga lini usaha sebagai kontributor premi terbesar di industri asuransi umum menjadi fokus dari analisa. Dengan menggunakan scatter plot, IFG Progress mengelompokkan kinerja menjadi 4 kuadran. Kinerja perusahaan asuransi umum yang ideal terletak pada kuadran IV dengan tingkat loss ratio yang relatif rendah serta mencatatkan laba/rugi di atas rata-rata industri. Sementara itu, kuadran I merupakan tingkat loss ratio tinggi dengan profit rendah, kuadran II adalah tingkat loss ratio tinggi dengan profit tinggi, dan kuadran III adalah tingkat loss ratio rendah dengan profit rendah.
Sebagaimana diketahui, profitabilitas perusahaan asuransi salah satunya dapat diukur menggunakan loss ratio atau disebut juga dengan rasio beban klaim. Rasio ini menunjukkan kerugian yang ditimbulkan oleh perusahaan asuransi karena adanya pembayaran klaim sebagai persentase dari premi yang diperoleh. Tingginya loss ratio pada suatu bisnis perusahaan asuransi dapat menjadi indikator financial distress. Loss ratio dapat dihitung dari klaim asuransi yang dibayarkan (Incurred claim) ditambah biaya penyesuaian (adjustment expenses) kemudian dibagi dengan total premi yang diperoleh (total premium earned).
Sejak tahun 2017 loss ratio perusahaan asuransi umum terus mengalami kenaikan. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2020 dengan nilai loss ratio mencapai 60%. Kenaikan loss ratio ini dipicu oleh kenaikan klaim yang lebih tinggi dari pertumbuhan premi. Lini bisnis properti dan asuransi kredit menjadi kontributor tertinggi dari kenaikan loss ratio ini. Kenaikan loss ratio pada lini bisnis properti naik pesat sebesar 27% ke level 60%, hal ini dipicu oleh lonjakan incurred claim yang terjadi karena tingginya klaim bencana banjir selama tahun 2020. Selanjutnya, kenaikan loss ratio pada lini bisnis asuransi kredit naik ke level 85%, kenaikan ini didorong oleh penurunan premi pada direct business yang terjadi pada tahun 2020 karena dampak dari melemahnya penyaluran kredit perbankan.
|Baca juga: Kinerja Keuangan Asuransi Umum Sangat Prospektif
Pada tahun 2020, terdapat tiga lini bisnis yang memiliki loss rasio di atas loss ratio industri asuransi umum (overall). Ketiga lini bisnis tersebut di antaranya lini bisnis asuransi kredit, Personal Accident (P.A) & health dan engineering.
Selama lima tahun terakhir loss ratio dari lini usaha asuransi kredit relatif lebih tinggi dari loss ratio keseluruhan (overall) dan sejak tahun 2018 loss ratio asuransi kredit menunjukkan tren naik. Sehubungan dengan market share premi yang cukup tinggi pada lini bisnis kredit, tingginya loss ratio yang terus naik ini perlu untuk diperhatikan.
Evaluasi loss ratio erat kaitannya dengan evaluasi earned premi dan incurred claim. Berdasarkan data histori dari direct business selama lima tahun terakhir, kenaikan premi masih selaras dengan kenaikan klaim.
Namun, pada tahun 2019 kenaikan klaim pada lini asuransi kredit mengalami lonjakan yang lebih tinggi daripada kenaikan premi, dan dilanjutkan dengan penurunan premi yang lebih dalam daripada penurunan klaim.
Kemudian tahun 2020, terjadi lonjakan klaim pada lini bisnis properti yang tidak dibarengi dengan kenaikan premi. Sehingga pada tahun 2019 hingga 2020 lini usaha kredit menjadi salah satu lini usaha yang profitabilitasnya paling tertekan. Hal yang sama juga dialami lini usaha properti di 2020.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News