Media Asuransi, JAKARTA – Keberadaan Lembaga Penjamin Polis (LPP) diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang merupakan RUU inisiatif DPR. Nantinya fungsi LPP akan dijalankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang diperluas tugasnya.
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, mengingatkan bahwa perlu dijaga agar LPP tidak akan berfungsi sebagai institusi bailout atau menyelamatkan perusahaan asuransi yang dilikuidasi. Fungsi LPP akan lebih diarahkan pada perlindungan pemegang polis.
“Harus diperhatikan betul bahwa nantinya bahwa Lembaga Penjamin Polis ini bukan institusi bailout, tetapi berfungsi untuk penyelamatan nasabahnya. Sehingga merupakan perlindungan kepada konsumen, yakni pemegang polisnya,” kata Anis dalam webinar RUU PPSK-Program Penjaminan Polis, yang diselengarakan Kupasi, Senin, 17 Oktober 2022.
Dia ingatkan, keberadaan LPP merupakan amanat UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian yang menyatakan agar 3 tahun kemudian dibentuk oleh pemerintah. Akan tetapi sampai saat ini belum terbentuk. Dalam RUU PPSK disebutkan bahwa program penjaminan polis asuransi akan diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tugas LPS meliputi: merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis dan melaksanakan penyelenggaraan program penjaminan polis.
|Baca juga: Ada Kasus Gagal Bayar, Tapi Asuransi Terus Tumbuh. Ini Sebabnya!
Menurut Anis Byarwati, idealnya antara fungsi Penjaminan Dana Simpanan (perbankan) dan Penjaminan Polis (asuransi), memiliki segregasi yang jelas. Baik dari manajemen, pengelolaan, pencatatan, sampai dengan pelaporan.
Apa bila dilakukan oleh satu institusi atau lembaga dan tidak ada segregasi, maka dapat menimbulkan permasalahan dan komplikasi lanjutan. “Hal ini dapat terjadi karena nature bisnis antara perbankan dan asuransi berbeda. Perbankan lebih memiliki kepastian atau certainty dan asuransi tidak memiliki kepastian atau uncertainty,” tegasnya.
Dia jelaskan, penggabungan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan dan Lembaga Penjamin Polis atau Program Penjaminan Polis, telah ada di negara-negara lain. Misalnya di Malaysia dengan Perbadanan Insurans Deposit Malaysia (PIDM) melalui Takaful & Insurance Benefits Protection (TIPS) dan Korea Selatan dengan Kore Deposit Insurance Corporation (KDIC).
Selain itu, Anggota Komisi XI DPR RI ini mengingatkan bahwa dalam program penjaminan polis ini perlu dipertimbangkan kriteria anggota LPP yang dijamin. “Yaitu dapat berdasarkan tingkat kesehatan perusahaan asuransi yang diukur melalui rasio kecukupan modal (RBC). Selain itu, perlu adanya batasan nilai pertanggungan yang dijamin oleh LPP. Seperti pada ketentuan LPS saat ini, maksimal simpanan nasabah di bank yang dijamin adalah sebesar Rp2 miliar.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News