Melemahnya pasar global membuat ekonomi Indonesia tahun 2019 hanya tumbuh 5,02 persen, melemah tipis dibanding pertumbuhan ekonomi 2018 yakni sebesar 5,17 persen. Imbasnya, kinerja industri asuransi jiwa 2019 juga mengalami stagnasi. Beberapa perusahaan asuransi jiwa yang besar di Indonesia, mencatatkan pertumbuhan flat bahkan negative di tahun 2019 lalu. Namun dalam kondisi seperti ini, Manulife Indonesia membukukan pendapatan bersih sebesar Rp12,7 triliun atau naik 11,4 persen dari tahun 2018. Sedangkan, pendapatan bersih investasi 2019 tercatat sebesar Rp3,1 triliun atau lebih tinggi dibandingkan 2018 yang sebesar Rp1 triliun.
Presiden Direktur dan CEO Manulife Indonesia Ryan Charland mengatakan bahwa di tengah tantangan yang dihadapi pada tahun 2019, Manulife Indonesia tetap mencatat imbal hasil investasi yang sehat. “Hal ini menunjukkan keunggulan dari keragaman bisnis Manulife,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, 19 Mei 2020.
Lebih lanjut dia katakana bahwa posisi keuangan yang solid menunjukkan kekuatan kunci atas distribusi perseroan yang beragam, dukungan tim agency yang berkualitas tinggi, kemitraan distribusi yang mapan, serta bisnis dana pensiun dan manajemen aset yang kuat. Karena itu, Ryan menyatakan bahwa pihaknya optimistis tetap dapat melayani nasabah dengan optimal.
Pada akhir 2019 ekuitas Manulife tercatat tumbuh sebesar 25 persen menjadi Rp14,4 triliun. Jumlah premi bisnis baru di tahun 2019 tumbuh sebesar tujuh persen, dari Rp3,5 triliun menjadi Rp3,8 triliun. Bahkan, penjualan produk investasi melonjak 20 persen menjadi Rp2 triliun. Sedangkan, aset yang dikelola Manulife tumbuh sebesar sembila persen menjadi Rp72 triliun di tahun 2019.
Sementara itu Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) juga memperlihatkan kinerja yang kuat di tahun 2019. Presiden Direktur MAMI Legowo Kusumonegoro mengatakan bahwa dana kelolaan MAMI meningkat 10 persen menjadi Rp74,8 triliun. Hanya dalam waktu setahun, lebih dari 90.900 investor baru telah menaruh kepercayaannya pada MAMI.
Di tengah pencapaian kinerja 2019 yang terkoreksi dan terpaan pandemic Covid-19, Manulife Indonesia tetap berkomitmen melayani nasabah sesuai polis mereka. Manulife Indonesia hingga 8 Mei 2020 telah membayarkan klaim khusus Covid-19 sebesar Rp4,6 miliar. Sedangkan, pembayaran klaim asuransi, nilai tunai penyerahan polis, anuitas, dan manfaat yang dibayarkan Manulife pada tahun 2019 sebesar Rp5,8 triliun. Jumlah tersebut sama dengan Rp16 miliar per hari atau Rp664 juta per jam.
Ryan Charland juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2019 Manulife menerapkan program baru dengan menjadikan Kaizen sebagai program untuk mengubah budaya dan cara bekerja mereka. Perubahan budaya dan cara bekerja ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan di masa-masa mendatang yang sangat menantang, terutama di masa pandemic Covid-19 ini.
Di awal tahun 2020 ini, industri asuransi jiwa mendapatkan tantangan yang kian berat akibat pandemi Covid-19. Dalam jumpa pers KSSK pada pertengahan Mai 2020, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebutkan, pertumbuhan industri asuransi jiwa per Maret 2019 terkoreksi minus 13,8 persen year on year (yoy). Sedangkan, rasio solvabilitas (Risk Based Capital/RBC) industri asuransi jiwa per Maret 2020 sebesar 642,7 persen, masih jauh di atas batas minimal 120 persen. Walau demikian, RBC industri asuransi jiwa per Maret 2020 ini lebih rendah dibandingkan posisi Desember 2019 yang sebesar 789 persen.
Menangapi hal ini, pengamat asuransi, Maryoso Sumaryono mengatakan, pandemi Covid-19 ini benar-benar telah menjadi krisis multi dimensi yang menghantam berbagai sektor, termasuk industri asuransi jiwa. Diaa memprediksi pertumbuhan premi industri asuransi jiwa hingga akhir tahun nanti akan negatif sekitar 10-20 persen. “Hal ini terjadi karena pandemi Covid-19 membuat orang kehilangan pendapatan sehingga daya beli tak ada,” katanya saat dihubungi beberapa waktu lalu. Sekalipun demikian, Maryoso yakin asuransi jiwa merupakan pilihan utama masyarakat karena menjadi kebutuhan orang saat ini.
Sedangkan Azuarini Diah P, staf pengajar Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti, mengatakan bahwa pandemi Covid-19 membuat industri asuransi jiwa terkena dampak ganda yakni penurunan premi dan hasil investasi. Kendati demikian, ia berpendapat, wabah Covid-19 juga telah menyadarkan masyarakat akan pentingnya proteksi asuransi karena mahalnya biaya rumah sakit. Menurut dia, masih ada celah bagi industri asuransi jiwa untuk meraih pendapatan premi di tahun 2020. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News