Media Asuransi, GLOBAL – Penelitian terbaru McKinsey menyoroti pasar asuransi Asia yang kompleks, dengan eksplorasi komprehensif terhadap sektor asuransi jiwa, properti dan kecelakaan.
Menurut Laporan Asuransi Global 2023, di tengah berbagai tantangan termasuk tingkat pertumbuhan yang lebih lambat, masalah profitabilitas, dan pasar yang terfragmentasi, industri asuransi Asia berada di persimpangan jalan yang penting. Namun, kawasan ini juga merupakan pusat inovasi, terutama ketika perusahaan asuransi menghadapi risiko yang terkait dengan perubahan iklim, ancaman siber, dan dinamika demografi urbanisasi.
Industri asuransi jiwa di Asia saat ini sedang mengalami transformasi yang signifikan. Menurut laporan tersebut, pertumbuhan di sektor ini telah melambat, hal ini menandakan periode penilaian ulang bagi perusahaan asuransi. Secara khusus, kesenjangan antara pasar yang sudah mapan dan pasar yang sedang berkembang mendorong kalibrasi ulang strategi agar lebih sesuai dengan kondisi pasar yang terus berkembang.
|Baca juga: S&P Global Ratings: Industri Asuransi Asia Pasifik Dalam Tren yang Stabil
Temuan utama dari laporan ini adalah perkiraan perluasan kesenjangan perlindungan kematian di Asia, yang diproyeksikan mencapai US$119 triliun pada tahun 2030. Hal ini menggarisbawahi urgensi untuk meningkatkan perlindungan finansial bagi individu dan keluarga mereka.
Studi ini juga menyoroti keuntungan yang diperoleh oleh 10 perusahaan multinasional teratas dalam pangsa pasar di hampir semua pasar yang disurvei dari tahun 2016 hingga 2021, dengan dominasi yang signifikan di pasar negara berkembang seperti Malaysia dan Thailand. Tren penting lainnya di kawasan ini adalah prevalensi bancassurance, yang mencakup sekitar 48% dari premi bancassurance global, yang mendominasi saluran di beberapa pasar Asia.
Perlambatan dalam penyerapan asuransi jiwa tercatat dari tahun 2017 hingga 2022, terutama dipengaruhi oleh stagnasi di China dan Hong Kong, dengan penurunan yang nyata juga terlihat di Taiwan di tengah pandemi Covid-19. Populasi Asia yang menua dengan cepat, yang diperkirakan akan melampaui 800 juta orang berusia di atas 60 tahun pada tahun 2030, juga menimbulkan tantangan, karena sistem pensiun saat ini menunjukkan kesenjangan cakupan yang substansial.
Beralih ke sektor P&C, kontribusi Asia terhadap pangsa premi global relatif kecil yaitu 20%, dengan tingkat penetrasi pasar yang tetap statis pada 1% hingga 2% selama dekade terakhir. Namun, tingkat pertumbuhan tahunan sekitar 5% menunjukkan potensi yang sejalan dengan tingkat pertumbuhan di Amerika, melampaui tingkat pertumbuhan di EMEA.
|Baca juga: Perusahaan Asuransi Asia Miliki Posisi Ideal untuk Dapatkan Keuntungan Pasar Asuransi Tertanam?
Perusahaan asuransi menghadapi berbagai tantangan, termasuk peningkatan klaim bencana dan peningkatan biaya operasional, yang secara signifikan menekan stabilitas keuangan sektor ini. Munculnya risiko-risiko baru, seperti prevalensi serangan siber dan adopsi kendaraan listrik yang cepat, membutuhkan solusi asuransi yang kuat yang responsif terhadap lanskap risiko yang terus berubah.
Asia, meskipun menjadi wilayah yang paling banyak menjadi sasaran ancaman siber, juga memiliki pasar asuransi siber yang siap untuk berkembang pesat, dengan ekspektasi meningkat tiga kali lipat pada tahun 2025. Saluran distribusi digital juga berkembang dengan cepat, dengan prediksi bahwa asuransi yang tertanam secara digital akan mencapai 10% dari total premi pada tahun 2030, yang dapat mencapai jumlah yang cukup besar, yaitu US$270 miliar.
Dalam laporan lain di awal tahun ini, McKinsey menyoroti kekuatan pasar asuransi yang tertanam di Asia, sebuah sektor yang akan mendapatkan keuntungan besar di tahun-tahun mendatang, mendorong gelombang pertumbuhan berikutnya dan mendorong penetrasi lebih lanjut di seluruh pasar.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News