Media Asuransi, JAKARTA – Meskipun Permenhub Nomor 13 Tahun 2014 sudah lama diterbitkan oleh pemerintah tetapi disinyalir masih banyak di antara masyarakat maupun praktisi asuransi yang belum mengetahui secara detail hubungan atau pengaruh peraturan tersebut dengan pelaksanaan wording PSAKBI (Polis Standard Asuransi Kendaraan Bermotor) di industri asuransi umum.
Sehingga dalam hal ini diperlukan adanya sosialisasi yang mencukupi atas Permenhub tersebut yang dalam lingkup perusahaan telah dilaksanakan di PT Asuransi Takaful Umum dalam kegiatan Friday Morning Sharing (FMS) pada tanggal 20 Mei 2022 secara daring (online) dengan pemateri dari Takaful Institute, Fajar Nindyo, yang dalam hal ini bertanggung jawab atas program training, literasi, dan edukasi, bagi seluruh karyawan maupun mitra perusahaan.
Wakil Manager Takaful Institute, Fajar Nindyo, mengatakan bahwa Permenhub (Peraturan Menteri Perhubungan) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas merupakan aturan pelaksana dari ketentuan Pasal 56 dan 57 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan UU (Undang-Undang) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
|Baca juga: Tips Memilih Asuransi Kendaraan Buat Mudik Lebaran
Ketentuan yang termaktub dalam Permenhub Nomor 13 Tahun 2014 berpengaruh secara teknis dalam penerapan pasal pada wording polis PSAKBI (Polis Standard Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia) terutama terkait Bab II Pengecualian Pasal 3 ayat 4 butir 4.5 yang menyatakan “Pertanggungan ini tidak menjamin kerugian, kerusakan dan atau biaya atas Kendaraan Bermotor dan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga jika memasuki atau melewati jalan tertutup, terlarang, tidak diperuntukkan untuk Kendaraan Bermotor atau melanggar rambu-rambu lalu lintas.”
“Pelanggaran rambu-rambu lalu lintas yang dimaksud dalam wording PSAKBI dapat berupa pelanggaran atas rambu larangan termasuk larangan berhenti dan larangan parkir yang diperlukan pendefinisian khusus atas pelanggaran berhenti dan parkir tersebut agar tidak terjadi perselisihan saat klaim antara tertanggung dan penanggung,” katanya melalui keterangan resmi yang diterima Media Asuransi, Selasa, 24 Mei 2022.
Berdasar Permenhub Nomor 13 Tahun 2014 Pasal 42 ayat 3, jarak pemberlakuan rambu larangan parkir dan berhenti adalah 30 puluh meter dari titik pemasangan rambu searah lalu lintas atau sesuai dengan yang dinyatakan dalam papan tambahan, di mana penempatannya dapat dibuat secara berulang apabila jarak pemberlakuan lebih dari 30 meter.
Atas ketentuan yang berlaku berdasar Permenhub di atas, pada saat petugas klaim perusahaan asuransi melakukan proses analisa klaim dimana kendaraan bermotor yang diasuransikan mengalami kerusakan dan atau terjadi tuntutan pihak ketiga pada suatu tempat yang dinyatakan dilarang berhenti atau dilarang parkir, harus diketahui terlebih dahulu jarak kendaraan bermotor tersebut ke posisi dimana rambu lalu lintas yang dilanggar berada.
Apabila kejadiannya berada dalam rentang jarak 30 meter dari titik pemasangan rambu larangan berhenti atau larangan parkir (searah lalu lintas) maka perusahaan asuransi memiliki alasan hukum yang kuat melakukan penolakan klaim. Sebaliknya, apabila pada saat kejadian, posisi kendaraan bermotor berada di luar rentang jarak tersebut, seharusnya laporan klaim dapat diproses lebih lanjut.
Untuk memfasilitasi proses pembuktian klaim, tempat kejadian klaim berada di jalur jalan lalu lintas umum diperlukan metode analisa klaim tambahan baik dengan menyediakan list pertanyaan khusus pada form laporan klaim maupun foto-foto kejadian yang mengungkap kondisi area atau daerah di sekitar lokasi kejadian sehingga dapat diketahui ada tidaknya pelanggaran rambu lalu lintas yang dilakukan oleh tertanggung atau peserta asuransi.
Lebih lanjut, penyediaan data ini digunakan dalam rangka mencegah terjadinya keputusan klaim yang keliru baik yang menguntungkan perusahaan asuransi dan merugikan tertanggung atau peserta asuransi maupun sebaliknya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News