Media Asuransi – Seperti halnya di perbankan, prinsip usaha syariah juga berlaku di industri asuransi. Produk asuransi syariah ini pada awalnya memang diperuntukkan untuk kaum Muslim yang ingin menghindari transaksi keuangan dari unsur riba.
Meski demikian, pada praktiknya produk asuransi syariah ini juga diminati oleh masyarakat non-Muslim.
Selain fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), prinsip asuransi syariah ini juga berlandaskan Al Quran dan Hadist.
|Baca juga: Digitalisasi Layanan Asuransi Syariah Melalui Konsep API
Mengutip dari flyer yang diterbitkan oleh Takaful Keluarga, landasan asuransi syariah adalah surat Al Maidah 2, An Nisaa 9, dan HR Muslim No. 2699 dari Abu Hurairah. Sementara itu, Fatwa DSN MU yang dijadikan rujukan adalah Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa No 51/DSN/MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah, dan Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.
Dalam pelaksanaannya, asuransi syariah ini menerapkan pengelolaan risiko berdasarkan prinsip sharing of risk. Para pemegang polis (peserta) saling melindungi satu sama lain melalui dana tabarru’ yang terhimpun sebagai mekanisme proteksi finansial untuk menghadapi risiko hidup bersama-sama.
Berbeda dengan asuransi konvensional yang menggunakan prinsip transfer of risk, yakni terjadi transaksi komersial melalui sejumlah premi yang dibayarkan untuk mengalihkan risiko pemegang polis kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung.
|Baca juga: Poin-Poin Penting Asuransi Syariah
Dari sisi akad, perusahaan asuransi syariah menerapkan dua akad yang berbeda berdasarkan tujuan transaksi yang dilakukan yaitu akad tabarru’ (nonprofit oriented) dan akad tijarah (profit oriented). Akad tabarru’ ditujukan sebagai akad tolong-menolong yang menghadirkan proteksi finansial di antara peserta. Dalam akad tabarru’ (hibah), pemegang polis (peserta) memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Sementara itu, akad tijarah (mudharabah, mudarabah mustarakah, atau wakalah bil ujrah) digunakan sebagai akad dalam transaksi komersial, baik sehubungan dengan operational fee pengelolaan dana tabarru’ maupun sehubungan dengan pengelolaan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI).
Lebih lanjut, perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai pengelola amanah atau operator dana tabarru’ yang terhimpun dari seluruh peserta untuk digunakan sebagai dana tolong menolong bagi peserta yang mengalami risiko tertentu yang ditanggung. Dalam kondisi pos dana tabarru’ mengalami defisit, perusahaan berkewajiban untuk menalanginya menggunakan dana perusahaan. Aca
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News