Media Asuransi, JAKARTA – Di tengah kondisi gejolak dan ketidakpastian global, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diklaim masih tumbuh dengan kuat dan diperkirakan bisa mencatatkan pertumbuhan di atas 5% pada tahun ini.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi oleh berbagai lembaga internasional pada level 5,1 persen hingga 5,4 persen untuk tahun ini, ADB bahkan melakukan revisi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari semula 5,2 menjadi 5,4 persen. Ini tentu karena kinerja dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua yang cukup tinggi, dan saat ini sampai kuartal ketiga juga menunjukkan aktivitas yang masih sangat cukup kuat,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTa Edisi September 2022.
Kasus Covid-19 domestik mulai menunjukkan penurunan dan Indonesia terus menyiapkan transisi pandemi menuju endemi. Sampai dengan 23 September 2022, pemerintah telah memberikan vaksis dosis 1 kepada 204,42 juta orang (75,7% populasi), dosis 2 kepada 171,04 juta orang (63,3% populasi), dan vaksin booster kepada 63,05 juta orang (23,3% populasi).
|Baca juga: BI Naikkan Suku Bunga Acuan 50 Bps menjadi 4,25 Persen
Perkembangan kondisi ekonomi global diwarnai dengan harga komoditas yang masih volatile, namun secara umum terdapat tendensi penurunan harga beberapa komoditas energi dan pangan seiring pelemahan prospek ekonomi global. Selanjutnya, tekanan harga komoditas memicu peningkatan inflasi global, meski di beberapa negara mulai melambat. Inflasi bulan Agustus Brasil (8,7%), Inggris (9,9%), Eropa (9,1%), Jepang (3,0%), China (2,5%), AS (8,3). Di samping itu, perlambatan aktivitas manufaktur global semakin dalam di bulan Agustus, terutama terjadi di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan AS.
Lebih jauh, pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif juga perlu diwaspadai, seperti kenaikan suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 75 basis poin pada FOMC September 2022. Bank Indonesia pada RDG 21-22 September 2022 juga memutuskan untuk menaikkan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25% sebagai langkah untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Pemulihan ekonomi terus berlanjut, namun melambat di banyak negara. Meski demikian, kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh kuat. Kinerja sektor eksternal Indonesia sangat positif, didukung neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus serta ekspor dan impor bulan Agustus 2022 yang merupakan tertinggi sepanjang masa.
Aktivitas manufaktur Indonesia masih terus menguat dengan tekanan inflasi bulan Agustus yang semakin berkurang. Peningkatan konsumsi listrik juga berlanjut, menunjukkan terus tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih baik di tahun 2022, sejalan dengan proyeksi yang dilakukan oleh lembaga internasional terkemuka seperti ADB (5,4%), IMF (5,3%), Bloomberg (5,2%), Bank Dunia (5,1%).
Dari sisi fiskal, surplus APBN bulan Agustus kembali meningkat, ditopang kinerja pendapatan yang baik dan belanja yang tumbuh positif. Meski demikian, belanja perlu diakselerasi untuk mengimbangi pendapatan guna meningkatkan aktivitas dan perlindungan masyarakat outlook APBN 2022 diupayakan realistis mempertimbangkan dinamika tahun 2022 dan keberlanjutan APBN 2023. Demikian disampaikan dalam publikasi APBN Kita edisi September 2022.
|Baca juga: Ekonomi Indonesia Diramal Terus Pulih dengan Pertumbuhan 5,0% Tahun Ini
Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut, didukung indikator utama yang menunjukkan kinerja yang kuat, baik dari sisi konsumsi maupun produksi. Google Mobility Indeks per 16 September 2022 di angka 19,5%, berada di atas level pandemi meski termoderasi. Indeks penjualan ritel masih cukup kuat, turut menopang pemulihan ekonomi, di mana di bulan Agustus diperkirakan tumbuh 5,4% (yoy). Mandiri Spending Indeks terus menguat di angka 132,0 per 21 Agustus 2022, sejalan dengan optimisme dan mobilitas masyarakat.
Selanjutnya, di tengah perlambatan aktivitas manufaktur global, PMI Manufaktur Indonesia bulan Agustus 2022 tercatat sebesar 51,7, atau meningkat dari bulan lalu sebesar 51,3. Kemudian, konsumsi listrik meningkat 9,7% yoy, terutama berasal dari aktivitas bisnis dan industri. Sementara itu, inflasi tercatat sebesar 4,69% yoy melambat dibandingkan bulan lalu 4,94%. Dibandingkan peers, kenaikan inflasi domestik masih moderat. Hal ini tak lepas dari peran APBN yang masih menjadi jangkar terjaganya kenaikan inflasi.
Sementara itu, neraca perdagangan melanjutkan tren surplus, pada bulan Agustus mencapai USD5,76 miliar, sehingga secara kumulatif surplus NP mencapai USD34,92 miliar. Ekspor dan impor bulan Agustus 2022 juga mencatatkan capaian tertinggi dalam sejarah, yaitu Ekspor mencapai USD27,9 miliar atau tumbuh 30,15% yoy, serta impor tumbuh 32,81% yoy didominasi impor bahan baku, barang modal, dan BBM.
Di sektor moneter dan keuangan, volatilitas global turut berdampak terhadap arus keluar di pasar SBN, namun pasar saham masih mencatatkan inflow (ytd) sejalan dengan pemulihan ekonomi yang cukup kuat. Lebih lanjut, dari segi kepemilikan SBN masih didominasi oleh perbankan dan BI, sementara porsi kepemilikan asing turun secara bertahap sejak akhir 2019 (38,57%) ke angka 14,70% per 22 September 2022. Tren capital outflow di Emerging Market termasuk Indonesia masih menjadi perhatian dan perlu diwaspadai pengaruh normalisasi kebijakan moneter global pada peningkatan cost of fund.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News