1
1

Mobilisasi Pendanaan Iklim dari Filantropi, BPDLH Gandeng Ford Foundation

Pencemaran udara melalui pabrik-pabrik industri pengolahan. | Foto: ist

Media Asuransi, JAKARTA – Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), salah satu mekanisme pendanaan lingkungan hidup nasional di bawah Kementerian Keuangan, menandatangani perjanjian kerja sama dengan Ford Foundation untuk mendorong pengembangan program berbasis masyarakat, khususnya masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Perjanjian kerja sama ini ditandatangani langsung oleh Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto dan Direktur Ford Foundation Jakarta Alexander Irwan. BPDLH merupakan institusi berstatus Badan Layanan Umum (BLU) yang resmi dibentuk oleh Pemerintah Indonesia pada Oktober 2019 untuk mempertemukan mekanisme pendanaan lingkungan untuk menyalurkan dan mendistribusikan dana lingkungan dan iklim untuk mendukung Visi Indonesia untuk melindungi lingkungan alamnya dan mencegah pencemaran dan degradasi lingkungan. BPDLH mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk mencapai komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia dan memenuhi NDC dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Sementara itu, Ford Foundation adalah organisasi filantropi global independen pemberi dana hibah. Selama hampir tujuh dekade, Ford Foundation di Indonesia telah bekerja dengan berbagai individu dan organisasi pembaharu yang berada di garis depan pembangunan dan perubahan sosial, sesuai dengan misi untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi, mengurangi kemiskinan dan ketidakadilan, mempromosikan kerja sama internasional, dan memajukan pencapaian kualitas sumberdaya manusia. Ford Foundation berkantor pusat di New York, dan memiliki kantor di kawasan Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

|Baca juga: Tantangan Global Hadapi Risiko Kerugian Bencana Alam

“Melalui mekanisme pendanaan lingkungan hidup yang ada, diharapkan dapat digunakan untuk mendorong kolaborasi multi-pihak yang efektif sehingga pencapaian target penurunan emisi dan komitmen pembangunan rendah karbon dapat dipercepat. Melalui program kerjasama antara filantropi Ford Foundation dan BPDLH, perbaikan lingkungan yang diharapkan terjadi akan menciptakan ekosistem usaha lokal yang berkelanjutan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto.

Kerja sama ini diharapkan menjadi dorongan untuk mengembangkan kerja sama dengan berbagai pihak lainnya sehingga komitmen pemerintah dalam penurunan emisi gas rumah kaca sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim dapat tercapai.

Dalam memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut per tahun, pemerintah perlu menyusun langkah strategis untuk memobilisasi dana tambahan dari pihak lain yang potensial seperti dengan menstimulasi keterlibatan pihak swasta dan menyediakan desain tata kelola yang sejalan antara pemerintah dan swasta.

Direktur Ford Foundation Jakarta Alexander Irwan mengatakan, Ford Foundation percaya bahwa filantropi harus turut memberikan kontribusinya pada model kemitraan publik-swasta untuk mensinergikan berbagai upaya dalam mewujudkan keadilan iklim.

“Oleh karena itu, sebagai organisasi filantropi internasional pertama yang mendukung program BPDLH, kami ingin berkontribusi untuk membangun mekanisme pendanaan iklim yang berkelanjutan dan akuntabel di tingkat nasional. Hal ini sesuai dengan amanat dan misi kami untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional dalam mencapai berbagai target pembangunan berkelanjutan.”

Hasil study The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) UNFCCC memperkirakan bahwa perubahan iklim pada dekade berikutnya akan mendorong lebih 32 juta-132 juta masyarakat menuju kemiskinan yang ekstrim. Masyarakat yang paling banyak terdampak adalah masyarakat pedesaan yang hidupnya bergantung pada sektor yang mudah terekspos oleh risiko iklim, seperti pertanian, perikanan dan ekowisata.

Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi risiko dan dampak dari perubahan iklim yang terus terjadi adalah dengan mengeluarkan komitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan upaya nasional dan hingga 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030, yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Untuk melaksanakan komitmen tersebut diperlukan dana iklim cukup besar sekitar Rp 3.779 triliun (Sumber: KLHK (Updated NDC) dan BKF, 2021).

|Baca juga:  KTT G20: Jokowi Dorong Pentingnya Penguatan Arsitektur Kesehatan Global

Indonesia harus mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif serta merata, termasuk menyasar pada masyarakat adat dan komunitas lokal yang saat ini masih terpinggirkan. Masyarakat adat dan komunitas lokal yang tinggal di wilayah sekitar hutan masih menjadi kelompok rentan terhadap berbagai gejolak perekonomian dan dampak bencana lingkungan akibat perubahan iklim.

Keterlibatan non-party stakeholder, khususnya pihak swasta, dalam mendukung program berbasis masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya masyarakat sekitar hutan, sangat penting sebagaimana dimandatkan Paris Agreement.

Untuk jangka panjang, pemerintah Indonesia juga telah mengumumkan komitmennya untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu melakukan penganggaran hijau, serta melakukan inovasi untuk mencari sumber pendanaan lain guna mencapai target penurunan emisi GRK di Indonesia, antara lain dengan meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk filantropi.

Nantinya, dana dari kerja sama ini akan disalurkan kepada lembaga perantara maupun lembaga pendidikan berkesempatan untuk mendapatkan hibah untuk kegiatan dan penelitian melalui Call for Proposal “Dana Terra”.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Siap Lunasi Obligasi Jatuh Tempo, Rating Medco Energi (MEDC) Ditegaskan idA+
Next Post Insurtech Fuse Sumbang 12,53% GWP untuk Mega Insurance

Member Login

or