Media Asuransi, JAKARTA – Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III/2021 tetap terjaga sehingga mampu menopang stabilitas ketahanan eksternal Indonesia. NPI mencatatkan surplus sebesar US$10,7 miliar (1,49% terhadap PDB) setelah pada kuartal sebelumnya tercatat defisit US$0,4 miliar (-0,68% terhadap PDB).
Perbaikan kinerja NPI pada kuartal III didorong oleh kinerja transaksi berjalan yang mencatatkan surplus sebesar US$4,47 miliar dan surplus transaksi modal dan finansial sebesar US$6,1 miliar. “Surplus transaksi ini menunjukan ketahanan eksternal Indonesia yang cukup kokoh, dan momentum ini masih tetap akan kita pertahankan seiring dengan dengan pemulihan ekonomi kedepannya,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.
Meskipun kinerja NPI positif, lanjut Febrio, ketidakpastian di pasar keuangan global diperkirakan masih cukup tinggi. Dia menjelaskan bahwa kekhawatiran dari berlanjutnya krisis energi yang saat ini terjadi di beberapa negara di dunia serta perkembangan dari kebijakan pengetatan moneter dari negara-negara maju diperkirakan akan turut memengaruhi keberlanjutan aliran modal ke dalam negeri.
“Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia, serta otoritas terkait lainnya akan terus berkoordinasi dalam menjaga stabilitas ekonomi guna mendukung peningkatan kinerja NPI,” tegas Febrio.
Surplus transaksi berjalan pada kuartal III/2021, utamanya didorong oleh adanya peningkatan yang cukup signifikan dari neraca perdagangan barang khususnya kenaikan ekspor barang non-migas, sementara neraca migas masih menunjukkan defisit.
|Baca juga: Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal III/2021 Surplus
Ekspor barang non-migas tercatat tumbuh sebesar 14,7% secara triwulanan (qtq) dan 50,7% tahunan (year on year/yoy). Di tengah penerapan PPKM pada kuartal III/2021, ekspor tetap menunjukkan kinerja yang sangat positif.
Peningkatan ekspor di kuartal III/2021 didukung oleh peningkatan kinerja baik di produk bahan bakar/hasil pertambangan dan juga produk manufaktur yang tumbuh masing-masing sebesar 128% yoy dan 37,7% yoy. Peningkatan ekspor tersebut didorong oleh kenaikan permintaan global terutama dari negara mitra utama dagang seperti China, India dan AS, serta juga didorong oleh peningkatan harga komoditas.
Berdasarkan komoditas, kinerja positif ekspor didukung oleh komoditas utama seperti CPO, batu bara, biji logam, dan produk manufaktur seperti bahan kimia, besi baja, dan juga mesin atau alat transportasi. Berdasar data BPS, peningkatan ekspor akibat peningkatan permintaan terjadi pada komoditas besi dan baja, mesin atau perlengkapan elektrik, kendaraan dan bagiannya.
Beberapa komoditas yang menjadi fokus pengembangan industri juga mencatatkan pertumbuhan yang cukup baik, sehingga diharapkan akan mampu mendorong peningkatan daya saing khususnya pada pengembangan industri kendaraan bermotor.
Sementara pada komoditas lain seperti lemak atau minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan bahan bakar mineral, peningkatan ekspornya lebih didominasi oleh peningkatan harga yang disebabkan adanya keterbatasan pasokan untuk CPO dari Malaysia seiring dengan pembatasan mobilitas akibat meningkatnya kembali kasus Covid-19. Selain itu, peningkatan harga komoditas juga terjadi akibat keterbatasan pasokan batubara sebagai dampak pembatasan produksi seiring dengan adanya kebijakan green economy di China.
Untuk terus mendukung perbaikan kinerja ekspor, Febrio mengatakan pemerintah akan fokus pada kebijakan untuk memperbaiki efisiensi, meningkatkan daya saing ekonomi, serta meningkatkan nilai tambah produk ekspor komoditas. Penguatan industri nasional juga akan terus ditingkatkan sehingga dapat mendukung program optimalisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Impor barang juga menunjukkan perbaikan meskipun tidak lebih tinggi dari ekspor, sejalan dengan pemulihan aktivitas ekonomi domestik dan ekspor yang semakin kuat. Pada periode ini, impor barang tercatat tumbuh secara triwulanan sebesar 2,7% (qtq) dan 43,3% yoy secara tahunan. Peningkatan impor barang, juga didorong oleh adanya peningkatan impor barang konsumsi 55,4% yoy dan impor bahan baku 49,7% yoy, dan impor barang modal yang tercatat 17,7% yoy.
Kinerja ekspor selama tahun 2021 diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2020. Bahkan, total ekspor di tahun 2021 lebih tinggi dari masa pre-pandemi. Data ekspor Oktober 2021 yang dirilis oleh BPS tercatat sebesar US$22,3 miliar sehingga secara kumulatif Januari hingga Oktober 2021 angka ekspor mencapai US$186,3 miliar. Total kumulatif ekspor ini sudah lebih tinggi dari total ekspor setahun penuh (full year) di tahun 2017, 2018, 2019 dan juga 2020.
Peningkatan permintaan oleh negara mitra dagang utama dan juga global diperkirakan akan tetap tumbuh yang tercermin dari Indeks Pembelian Manajer Manufaktur (Purchasing Managers’ Index/PMI) global yang masih berekspansi. Sementara impor di bulan Oktober 2021 mencapai US$162,9 miliar dan secara kumulatif Januari hingga Oktober 2021 mencapai US$155,3 miliar. Nilai ini mendekati nilai impor full year di tahun 2020. Selama tahun 2021 diperkirakan ekspor dan impor akan menunjukkan kinerja yang meningkat sehingga neraca pembayaran akan tetap mencatatkan surplus.
|Baca juga: Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I/2021 Surplus, Topang Ketahanan Eksternal
Sementara itu dari sisi neraca jasa, peningkatan defisit neraca jasa disebabkan oleh peningkatan pembayaran (impor) jasa freight untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan impor barang. Di sisi lain, defisit ekspor jasa terutama disebabkan oleh penurunan jumlah wisatawan mancanegara. Di sektor jasa, Pemerintah juga akan terus menopang dan mendorong pemulihan dan penguatan ekspor jasa, diantaranya melalui keberlanjutan strategi pengembangan dan promosi daerah wisata Indonesia.
Sementara itu, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar US$8,33 miliar. Sedangkan neraca pendapatan sekunder tercatat surplus US$1,46 miliar, relatif stabil, dan masih ditopang oleh penerimaan transfer personal.
Kinerja transaksi modal dan finansial mengalami peningkatan di tengah masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Pada kuartal ini, terjadi surplus transaksi modal dan finansial yang mencapai US$6,1 miliar atau senilai 2% dari PDB, mencatatkan peningkatan yang cukup besar dibandingkan triwulan II/2021 yang hanya sebesar US$1,6 miliar (0,61% dari PDB). Tingginya kenaikan surplus terutama ditopang oleh perbaikan kinerja investasi lainnya serta surplus investasi langsung dan investasi portofolio yang masih terjaga.
Lebih lanjut Febrio menerangkan bahwa keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan penyebaran virus Covid-19 varian delta yang terjadi di awal kuartal III/2021 membuat kepercayaan investor masih tinggi. Hal ini turut menopang terjaganya surplus aliran arus modal asing yang melalui investasi langsung hingga mencapai US/3,3 miliar, meskipun surplus ini sedikit mengalami penurunan jika dibandingkan kuartal sebelumnya akibat adanya restriksi mobilitas.
Selain itu, terjadinya kenaikan harga komoditas global seperti batu bara serta CPO, turut mendorong masuknya aliran modal asing melalui investasi langsung, terutama di sektor pertambangan dan industri pengolahan. Hal ini menandakan bahwa kepercayaan investor untuk berinvestasi jangka panjang masih cukup besar ditopang oleh prospek positif perekonomian domestik.
Di sisi lain, meskipun ketidakpastian di pasar keuangan global masih cukup tinggi terutama yang disebabkan sentimen normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, kinerja investasi portofolio masih mampu membukukan surplus sebesar US$1,1 miliar, di tengah tekanan arus keluar investor asing di pasar obligasi pemerintah.
Membaiknya kinerja transaksi modal dan finansial juga tidak terlepas dari kinerja investasi lainnya yang mampu mengalami surplus sebesar US$1,5 miliar, atau mengalami pembalikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencatatkan defisit US$7,7 miliar.
Tingginya surplus dari sisi investasi lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adanya penurunan pembayaran pinjaman luar negeri sektor swasta dan peningkatan penempatan simpanan nonresiden pada sistem perbankan dalam negeri. Dari sisi sektor publik, tambahan alokasi Special Drawing Rights (SDR) yang diterima dari IMF turut menopang terjadinya surplus di investasi lainnya ini.
Berdasar perkembangan dari Neraca Pembayaran Indonesia di kuartal III/2021 ini, cadangan devisa Indonesia pada akhir kuartal III /202 turut mengalami peningkatan menjadi sebesar US$146,9 miliar dolar AS, atau setara pembiayaan 8,6 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Posisi ini merupakan posisi cadangan devisa Indonesia tertinggi sepanjang sejarah. Peningkatan cadangan devisa dapat mendukung ketahanan sektor eksternal serta mendukung kebijakan stabilisasi nilai tukar.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News