Media Asuransi – Pemerintah, hingga 31 Agustus 2021, telah mengasuransikan 4.334 nomor urut pendaftaran (NUP) atau aset barang milik negara (BMN) dari 51 kementerian/lembaga (K/L) dengan premi sebesar Rp49,13 miliar. Adapun total nilai pertanggungan dari seluruh aset tersebut sebesar Rp32,41 triliun. Diasuransikannya BMN merupakan upaya pemerintah dalam menyediakan dana cepat dalam penanggulangan dampak bencana pada BMN.
“Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang menyiapkan langkah-langkah strategis terkait perkembangan asuransi BMN yaitu, implementasi pengasuransian pada seluruh K/L, persiapan perluasan objek asuransi BMN dan persiapan integrasi pooling fund dana bencana sebagai sumber pendanaan Asuransi BMN,” kata Direktur Barang Milik Negara, Encep Sudarwan, dalam jumpa pers secara daring, Jumat, 10 September 2021.
Salah satu tahap awal pelaksanaan pooling fund bencana yakni terbitnya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 (Perpres 75/2021) tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana. Berdasarkan Perpres 75/2021, dana dari klaim asuransi menjadi salah satu sumber untuk dana bersama penanggulangan bencana.
|Baca juga: ABMN Berpotensi Menaikkan Volume Bisnis Asuransi Umum
Disebutkan di dalamnya bahwa dana bersama bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dan sumber lainnya yang sah seperti penerimaan pembayaran klaim asuransi dan/atau asuransi syariah, hasil investasi dari dana yang dikelola, hibah yang diterima unit pengelola dana di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, hasil kerja sama dengan pihak lain, dan dana perwalian.
Menurut Encep, dana bersama bertujuan untuk mendukung dan melengkapi ketersediaan dana penanggulangan bencana yang memadai, tepat waktu, tepat sasaran, terencana, dan berkelanjutan dalam upaya penanggulangan bencana secara berdaya guna, berhasil guna, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dana bersama penanggulangan bencana tersebut akan dikelola oleh Unit Pengelola Dana yang dapat berbentuk badan layanan umum (BLU) di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Unit pengelola dana dapat mengembangkan pengelolaan dana dalam bentuk investasi jangka pendek dan investasi janggi panjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dia tambahkan, ada perubahan penyelenggaraan asuransi BMN dengan terbitnya Perpres 75/2021, yakni perubahan proses bisnis yang terkait penganggaran, pengadaan, dan klaim akan dilaksanakan oleh Unit Pengelola Dana. Sedangkan tahap perencanaan dan penetapan asuransi BMN tetap dilakukan oleh K/L. Sebelumnya, seluruh proses bisnis dilakukan oleh K/L.
“Skema baru ini tentunya akan berdampak terhadap industri asuransi yakni, akan mempermudah proses bisnis, yang semula melayani 81 K/L menjadi hanya satu konsumen baik dari proses pengadaan maupun klaim. Selain itu, industri asuransi juga perlu melakukan peningkatan kapasitas mengingat nantinya K/L akan mengasuransikan seluruh BMN-nya yang memenuhi persyaratan,” jelas Encep.
|Baca juga: Tahun 2023, Seluruh Barang Milik Negara Telah Diasuransikan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody AS Dalimunthe, mengatakan bahwa adanya Asuransi BMN ini nantinya akan meningkatkan penetrasi dan densitas asuransi. Saat ini ada 72 perusahaan asuransi umum dan 6 reasuransi dengan aset yang terus meningkat. “Ini menjadi konsern kami saat akan masuk ke pengasuransian Barang Milik Negara, karena kriteria dari objek yang akan diasuransikan ini adalah beberapa risiko khusus dengan nilai pertanggungan besar sehingga kalau di-cover secara individu akan sulit. Oleh karena itu dalam bentuk konsorsium yang terdiri dari 50 perusahaan asuransi umum dan 6 perusahaan reasuransi. Kapasitas yang terkumpul per risiko itu Rp1,4 triliun. Dengan masuknya rekan-rekan dari asuransi syariah, maka kapasitasnua akan bertambah,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada industri asuransi syariah untuk berkontribusi dalam program asuransi aset-aset milik negara. “Untuk mekanismenya akan kami bahas lebih lanjut dengan konsorsium dan AAUI. Kami berharap keberadaan dan kehadiran asuransi syariah ini dapat menjaga aset, aktivitas, dan kembaga lain yang ada kaitannya dengan syariah,” katanya.
Sedangkan Komite Teknik Konsorsium Asuransi Barang Milik Negara, Hedy Pritasa, menjelaskan bahwa pihaknya sedang mengembangkan sistem teknologi informasi yang terintegrasi. Nantinya setiap kementerian dan lembaga dapat mengakses profil risikonya. “Kami juga melakukan pemodelan bencana kepada seluruh kementerian dan lembaga sehingga mereka mengetahui pengelolaan risiko bencana,” katanya. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News