1
1

OJK akan Terbitkan Aturan tentang Equity Crowdfunding

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera mengeluarkan peraturan mengenai layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi atau equity crowdfunding. Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK Luthfy Zain Fuady mengatakan bahwa jika draft aturan itu masuk di Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada bulan Oktober ini, makadalam 15 hari sampai satu bulan akan dapat diundangkan. “Paling tidak, tahun ini sudah bisa keluar,” katanya saat diskusi dengan wartawan dalam acara Media Massa Gathering yang diadakan OJK di Bogor, 20 Oktober 2018.

     Luthfy menjelaskan, equity crowdfunding dapat menjadi alternatif sumber pendanaan terutama bagi perusahaan rintisan (start-up) dengan bentuk investasinya berupa penyertaan saham.  Dia berharap, adanya aturan tersebut akan dapat menjadi solusi soal keterbatasan akses modal, khususnya bagi usaha kecil dan menengah (UKM). “Harapannya sederhana prosesnya juga memberikan solusi startup yang belum bankable, belum punya akses bank yang bagus. Sedang bagi investor, diharapkan akan mendapat untung dari pembagian dividen,” tuturnya.

     Walau demikian tidak semua UKM atau perusahaan dapat mengakses permodalan tersebut. Ada sejumlah kriteria perusahaan yang boleh mengakses modal lewat platform equity crowdfunding ini. Pertama, perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT). Kedua, perusahaan ini bukan merupakan perusahaan yang dikendalikan langsung atau tidak langsung oleh oleh suatu kelompok perusahaan atau konglomerasi. Ketiga, bukan anak perusahaan terbuka (Tbk) dan anak perusahaan terbuka (Tbk). Keempat, kekayaan perusahaan tidak lebih dari Rp10 miliar, jumlah tersebut tidak termasuk tanah dan bangunan.

    Dalam mengumpulkan dana publik ini, perusahaan melibatkan platform atau penyelenggara. Bagi perusahaan atau penerbit saham memiliki kewajiban untuk menyerahkan dokumen kepada penyelenggara seperti akta pendirian, jumlah penawaran saham, tujuan penggunaan, rencana bisnis, dan kewajiban dividen. Perusahaan juga menyampaikan laporan keuangan yang berdasarkan ETAP (entitas tanpa akuntabilitas publik) non audited. “Cukup PSAK ETAP entitas tanpa akuntabilitas publik. PSAK yang sederhana. Kualitas informasinya beda dengan full,” jelas Luthfy.

    Mengenai investornya, menurut Luthfy, semua pihak dapat menjadi pemodal equity crowdfunding dengan ketentuan antara lain memiliki kemampuan analisis risiko terhadap saham. Mengenai batasa nilai yang diinvestasikan setiap investor, bagi mereka yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp500 juta, maksimum investasi lima persen dari penghasilan. Sedang yang berpenghasilan di atas Rp500 juta, maksimum investasi 10 persen dari penghasilan. Aturan mengenai mengenai porsi pembelian ini dikecualikan untuk investor berbadan hukum dan yang memiliki pengalaman investasi di pasar modal yang dibuktikan dengan kepemilikan rekening efek paling sedikit dua tahun sebelum penawaran saham.

     Mengenai risiko berinvestasi melalui equity crowdfunding ini, menurut Luthfy Zain Fuady, hampir sama dengan risiko bermain saham di pasar modal. Risiko tersebut antara lain tidak dapat dividen, saham tidak likuid, dilusi kepemilikan saham, kehilangan modal (capital loss), kegagalan operasional penyelenggara, dan asimetris informasi dan kualitas informasi. “Risiko-risiko ini ada juga di saham. Di equity crowdfunding menjadi lebih tinggi karena tidak di-backup profesi penunjang, maka risiko harus benar-benar dikalkulasi misalnya hanya orang dengan profil pendapatan tertentu yang membeli produknya,” ujarnya. Edi

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Panin Dai Ichi Life Adakan Charity Fun Walk
Next Post Asuransi Mikro dari AXA Mandiri untuk Guru TK SLB Santi Rama

Member Login

or