Media Asuransi, JAKARTA – Sektor mesti memperhatikan kondisi perekonomian global maupun domsetik yang saat ini memiliki kecenderungan inflasi meningkat. Bagi sektor asuransi, dampak utama kenaikan inflasi akan terlihat dari biaya klaim, khususnya pada sektor asuransi umum.
Hal ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, dalam seminar “Membangun Industri Keuangan Non-Bank yang Sehat, di Jakarta, Kamis, 28 Juli 2022.
Potensi risiko inflasi yang semakin tinggi juga dapat mempengaruhi penerimaan premi untuk new business. Karena pola pengeluaran masyarakat yang lebih konservatif. Dampak kenaikan harga secara meluas juga akan dirasakan oleh pemegang polis, baik itu eksisting maupun yang akan datang, sehingga berpengaruh terhadap kenaikan lapse dan surrender ratio. Terjadi penurunan daya beli untuk memenuhi pembayaran dana premi lebih lanjut.
|Baca juga: Klaim Asuransi Umum Q-1/2022 Tumbuh 35,1 Persen YOY
“Salah satu indikator yang kita cermati dan mendapat perhatian adalah akumulasi penerimaan premi. Selama periode semester pertama 2022, penerimaan premi industri asuransi tercatat menurun sebesar 0,03 persen year on year (yoy). Sementara itu di sisi lain nilai klaim pada periode yang sama justru meningkat sebesar 9,20 persen,” kata Ogi Prastomiyono.
Dalam kondisi yang masih tidak pasti seperti saat ini, dia mengingatkan pentingnya permodalan bagi industri asuransi. Kemudian, dia meminta perusahaan asuransi menahan diri dari strategi pemasaran yang terlalu agresif dengan menawarkan premi yang terlalu rendah sehingga tidak kompatibel dengan manfaat yang ditawarkan dan risiko yang dijamin.
“Kadang-kadang menikmati premi yang diterima sekarang padahal risikonya itu lebih dari setahun atau multiyears. Enak di depan, namun risikonya tidak diperhitungkan,” tuturnya.
Di sisi lain, Ogi mengingatkan mengenai perlu adanya sikap yang prudent dan bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan investasi. Hal ini perlu dilakukan, mengingat ancaman inflasi dan dinamika perekonomian global yang dapat menimbulkan downside risk bagi kinerja investasi perusahaan.
“Dengan demikian, rasio likuiditas dan solvabilitas perusahaan tetap dapat terjaga sebagai indikator yang menggambarkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim asuransi pada konsumen,” jelasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News