Media Asuransi, JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, mengatakan pihaknya telah mengambil sejumlah langkah untuk memperkuat perlindungan investor, menyusul insiden yang terjadi serta meningkatnya ancaman serangan siber.
“Salah satunya adalah dengan menerbitkan surat kepada PE dan Bank RDN yang menekankan peningkatan keamanan teknologi informasi dan penguatan manajemen risiko termasuk perbaikan Fraud Detection System,” kata Inarno dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 10 Oktober 2025.
Terkait modus serangan siber yang mengeksploitasi koneksi host-to-host (API) antara sistem back office milik PE dengan sistem milik Bank RDN. Berdasar koordinasi OJK dan SRO, telah dikeluarkan Surat Edaran Bersama (SEB) SRO yang mengatur penghentian koneksi host-to-host tersebut setiap hari kecuali telah memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan.
|Baca juga:OJK: Kerugian Akibat Pembobolan RDN, Ditanggung oleh LJK
SEB tersebut mengatur secara rinci syarat-syarat teknis dan operasional yang wajib dipenuhi oleh Perusahaan Efek (PE) dan Bank RDN (rekening dana nasabah) sebelum koneksi host to host tersebut dapat diaktifkan kembali.
Menurut Inarno, peningkatan keamanan siber merupakan program strategis yang terus dikoordinasikan oleh OJK dan SRO. Atas beberapa insiden yang telah terjadi dan potensi peningkatan ancaman ke depannya, beberapa action plan telah disusun, antara lain pembaharuan beberapa pedoman teknis dari BEI, antara lain pedoman terkait online trading, bofis, dan keamanan sistem Anggota Bursa, serta pembaharuan pedoman di KSEI.
“Selain itu, akan dilakukan asesmen menyeluruh terhadap status keamanan sistem yang digunakan oleh para Anggota Bursa,” jelasnya.
|Baca juga:Dana Rp70 Triliun Direncanakan Masuk BPD, OJK: Dorong Pembiayaan di Sektor Produktif!
Dia tegaskan, OJK menilai bahwa keamanan digital tidak bisa hanya dilihat sebagai isu teknis, melainkan harus menjadi bagian integral dari tata kelola risiko perusahaan, termasuk di level direksi dan dewan komisaris. “Oleh karena itu, perlu terus didorong agar manajemen puncak bertanggung jawab terhadap ketahanan siber, termasuk melalui penerapan manajemen risiko teknologi informasi yang menyeluruh,” tutur Inarno.
Sementara itu, terkait pengembangan pendekatan yang lebih terstruktur terhadap kepatuhan keamanan digital, misalnya sertifikasi atau compliance rating, hal ini tentu memerlukan kajian terlebih dahulu mengingat bahwa pendekatan ini memerlukan kesiapan dari sisi industri dan ekosistem pengawasan.
Sedangkan terkait transparansi, OJK terbuka terhadap ide aatau inisiatif pengembangan instrumen. Misalnya ide mengenai perlunya membuat public dashbooard yang memuat status keamanan atau tingkat kepatuhan siber dari pelaku industri.
“Namun demikian, ide ini juga harus dikaji secara cermat mengingat adanya faktor sensitivitas data dan potensi dampaknya terhadap kepercayaan pasar. Prinsip utamanya adalah bagaimana kita memastikan perlindungan investor tanpa menciptakan kepanikan ataupun misinterpretasi data di publik,” kata Inarno Djajadi.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
