Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (RDK) yang berlangsung di Jakarta, 24 April 2019, menilai stabilitas dan likuiditas sektor jasa keuangan selama kuartal pertama dalam kondisi terjaga, sejalan dengan penguatan kinerja intermediasi dan perbaikan profil risiko lembaga jasa keuangan. Pasar keuangan di kuartal pertama 2019 terpantau menguat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) meningkat sebesar 4,43 secara kuartalan (qtq/quarter to quarter) dengan investor nonresiden membukukan net buy sebesar Rp12,1 triliun. Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan meneruskan tren pertumbuhan di Q1 2019. Kredit perbankan tumbuh sebesar 11,55 persen yoy (year on year), sementara piutang pembiayaan tumbuh 5,17 persen yoy, menguat dibandingkan periode sebelumnya.
Dalam rilis yang diterima redaksi, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJKAnto Prabowo menjelaskan bahwa secara sektoral, kontributor terbesar kenaikan IHSG berasal dari sektor keuangan, infrastruktur, dan perdagangan. Menurutnya, penguatan juga terjadi di pasar obligasi. Yield di pasar SBN (Surat Berharga Negara) turun di semua tenor secara rata-rata sebesar 38 bps (basis points), dengan investor nonresiden membukukan net buy sebesar Rp73,9 triliun. Sementara itu seiring pertumbuhan kredit perbankan, kredit sektor pertambangan dan konstruksi meningkat signifikan masing-masing tumbuh 31,5 persen yoy dan 27,1 persen yoy. Kredit kepada industri pengolahan, salah satu sektor dengan porsi kredit terbesar tumbuh sebesar 9,5 persen yoy.
Menurut Anto, penghimpunan dana juga menunjukan kinerja yang positif, ditandai pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan sebesar 7,18 persen yoy. Sementara itu, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp44,3 triliun dan Rp25 triliun pada kuartal pertama 2019. Di pasar modal, korporasi berhasil menghimpun dana Rp28 triliun, dengan jumlah emiten baru sebanyak enam perusahaan. Sementara itu, total dana kelolaan investasi tercatat sebesar Rp762triliun, meningkat 5,8 persen dibandingkan posisi yang sama tahun 2018.
Profil risiko lembaga jasa keuangan juga terjaga pada level yang manageable. Risiko kredit berada pada level yang rendah, tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan sebesar 2,51 persen (NPL net: 1,12 persen). Sementara itu, rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan stabil pada level 2,71 persen (NPF net: 0,62 persen). Risiko pasar perbankan juga berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan sebesar 2,16 persen, di bawah ambang batas ketentuan.
Pertumbuhan intermediasi didukung likuiditas perbankan yang terjaga pada level yang memadai, tercermin dari liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 201,03 persen dan 113,18 persen. Jumlah total aset likuid perbankan yang mencapai sebesar Rp1.250 triliun pada akhir Maret 2019, dinilai berada pada level yang cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhan kredit ke depan. Pertumbuhan industri jasa keuangan juga masih didukung oleh permodalan yang kuat. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan meningkat menjadi sebesar 23,97 persen pada Maret 2019. Sementara itu, Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum sebesar 315 persen dan RBC asuransi 457persen, jauh di atas ambang batas ketentuan.
Ke depan, OJK akan terus memantau perkembangan di pasar keuangan global dan domestik, serta dampaknya terhadap pertumbuhan intermediasi sektor jasa keuangan nasional. OJK juga akan senantiasa memantau potensi risiko yang mungkin timbul untuk tetap menjaga stabilitas di sektor jasa keuangan. “Untuk itu, OJK senantiasa memperkuat koordinasi dengan para stakeholder terkait untuk memenuhi prasyarat yang dibutuhkan dalam mendukungpeningkatan kinerja intermediasi, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian,” kata Anto Prabowo. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News