Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan 5 kebijakan penguatan Sektor Jasa Keuangan (SJK) dan infrastruktur pasar, yang meliputi penguatan implementasi APU-PPT, pengembangan kualitas SDM BPR/S, bursa karbon, fintech p2p lending, dan telah menerbitkan aturan mengenai asuransi berbentuk mutual,
Menurut Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, OJK mewaspadai tingginya dinamika perekonomian dan sektor keuangan global yang berpotensi berdampak pada sektor jasa keuangan nasional. ”Langkah mitigasi yang tepat dan efektif diperlukan agar kinerja intermediasi dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga sehingga dapat berkontribusi optimal bagi pertumbuhan nasional,” katanya dalam jumpa pers secara daring, Selasa, 6 Juni 2023.
|Baca juga: OJK: Sektor Jasa Keuangan Stabil di Tengah Dinamika Tinggi Perekonomian Global
Dalam kaitan itu, OJK melakukan langkah kebijakan sebagai berikut:
A. Kebijakan Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Dalam rangka memitigasi kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, OJK akan menerbitkan ketentuan terkait kebijakan dalam menjaga kinerja dan stabilitas pasar modal sebagai landasan komprehensif kebijakan apabila terjadi tekanan/kondisi fluktuasi signifikan. Hal ini mencakup:
a. Parameter Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan
b. Kewenangan dan Tujuan OJK dalam Menangani Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan
c. Buyback saham dalam kondisi dimaksud
d. Bentuk Penetapan Kebijakan OJK
e. Sanksi yang dapat ditetapkan
B. Kebijakan Penguatan SJK dan Infrastruktur Pasar
1. Dalam rangka memperkuat implementasi APU-PPT di sektor jasa keuangan, OJK akan menerbitkan penyempurnaan ketentuan terkait hal dimaksud dengan menyelaraskan ketentuan dengan rekomendasi FATF dan hasil MER Indonesia 2022/2023, harmonisasi dengan peraturan perundangan nasional yang berlaku serta perkembangan teknologi utamanya mengenai ketentuan verifikasi nasabah dalam hal penyedia jasa keuangan menggunakan sarana elektronik milik pihak ketiga.
2. OJK akan menerbitkan penyempurnaan ketentuan tentang Pengembangan Kualitas SDM BPR/S agar BPR/S dapat mempertahankan eksistensinya dengan meningkatkan kualitas, integritas, kompetensi, profesionalitas, dan daya saing SDM BPR/S. Selain itu, perlu penyelarasan peraturan sehingga BPR/S mampu membangun SDM berwawasan digital di tengah perkembangan teknologi di sektor keuangan.
Pengaturan tersebut mencakup:
a. Penyesuaian batasan minimal dana pengembangan kualitas SDM BPR/S
b. Memberikan kewenangan OJK melakukan tindakan tertentu, untuk memberikan fleksibilitas tindakan pengawasan, misalnya dalam rangka penguatan SDM pada fungsi yang kritikal atau memerlukan pengembangan seperti kompetensi di bidang teknologi informasi
c. Perluasan jenis dan penambahan metode pelaksanaan pengembangan kualitas SDM
3. OJK dalam waktu dekat akan merilis ketentuan terkait Bursa Karbon. Peraturan tersebut diantaranya mencakup penyelenggara bursa karbon dan manajemen bursa karbon. Penerbitan ketentuan ini merupakan bagian dari upaya mengurangi emisi melalui perdagangan karbon sehingga capaian net zero emission pada 2060 dapat terpenuhi. Operasionalisasi bursa karbon untuk sektor tertentu ditargetkan dapat terselenggara pada semester 2 tahun 2023.
|Baca juga: OJK Terbitkan Aturan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama
4. Dalam Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, OJK telah menetapkan ketentuan ekuitas minimum oleh fintech p2p lending sebesar Rp12,5 miliar yang dilakukan secara bertahap. Pada 4 Juli 2023 ekuitas minimum sebesar Rp2,5 miliar, Juli 2024 ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar, dan Juli 2025 sebesar Rp12,5 miliar.
“Dalam kaitan kewajiban pemenuhan ekuitas minimum fintech p2p lending sebesar Rp2,5 miliar yang akan berlaku mulai per 4 Juli 2023, OJK telah meminta action plan pemenuhan ekuitas kepada penyelenggara fintech p2p lending dan dilakukan monitoring secara berkelanjutan,” kata Mirza.
Dia tambahkan, dalam hal penyelenggara tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan di dalam POJK 10/2022, maka OJK akan mengenakan sanksi sesuai ketentuan dimaksud. “Pada prinsipnya, supervisory action yang dilakukan oleh OJK bertujuan untuk mencegah timbulnya pelanggaran ketentuan yang disebabkan karena keterbatasan kondisi keuangan dan memastikan perlindungan konsumen dapat tetap dipenuhi oleh penyelenggara,” tegasnya.
5. OJK telah menerbitkan POJK Nomor 7/POJK.05/2023 tentang Tata Kelola dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama pada 11 Mei 2023 sebagai amanat dari UU P2SK yang mengatur mengenai Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Usaha Bersama, Pemanfaatan Keuntungan dan Pembebanan Kerugian, Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News