Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, 28 November 2018, menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan masih dalam kondisi terjaga didukung kinerja intermediasi yang menguat dan profil risiko yang manageable.Pasar keuangan global mencatat penguatan terutama di emerging markets sepanjang Oktober hingga pertengahan November 2018 terkait respons positif hasil midterm election AS yang diperkirakan dapat meningkatkan check & balance pengambilan kebijakan AS. “Sementara itu, rilis data tenaga kerja dan inflasi AS yang berada di bawah ekspektasi pasar telah menahan kenaikan yield US Treasury dan penguatan index dolar AS. Penurunan harga minyak dan kesepakatan soft Brexit Inggris juga direspons positif pasar,” kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo, dalam keterangan tertulis.
Perkembangan global tersebut diiringi dengan kinerja emiten di kuartal ketiga yang terus membaik, memberikan sentimen positif terhadap pasar keuangan domestik. Per 23 November 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penguatansebesar tiga persen mtd (month to date) disertai dengan penurunan volatilitas. Penguatan IHSG didorong oleh sektor keuangan, industri dasar, dan properti. Investor nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp9,5 triliun (Oktober 2018: net sell sebesar Rp3,4 triliun).
Sementara itu, di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield tenor jangka pendek, menengah, dan panjang turun masing-masing sebesar 34 bps (basis points), 52 bps, dan 49 bps mtd. Investor nonresiden melanjutkan net buy sebesar Rp30,3 triliun(Oktober 2018: net buy sebesar Rp13,4 triliun).
Kinerja intermediasi sektor jasa keuangan pada Oktober 2018 secara umum juga bergerak positif. Kredit perbankan dan piutang pembiayaan masing-masing tumbuh sebesar 13,35 persen yoy (year on year) dan 5,92 persen yoy (September 2018 masing-masing tumbuh 12,69 persen dan 6,06 persen).
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 7,60 persen yoy (September 2018: 6,60 persen). Premi asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi per Oktober 2018 masing-masing tercatat sebesar Rp156,09 triliun dan Rp69,74 triliun (September 2018 masing-masing tercatat sebesar Rp141,14 triliun dan Rp62,74 triliun).
Sementara di pasar modal, sampai dengan 23 November 2018, penghimpunan dana oleh korporasi telah mencapai Rp156 triliun. Jumlah emiten baru sepanjang tahun tercatat 56 emiten, lebih tinggi dibandingkan jumlah emiten baru sepanjang tahun 2017 yang sebanyak 46 emiten. Penghimpunan dana didominasi oleh emiten di sektor keuangan sebesar 56,91 persen.
Sementara itu, penggunaan dana hasil penawaran umum sebagian besar digunakan untuk modal kerja (55,91 persen). Total dana kelolaan investasi tercatat sebesar Rp742,02 triliun, meningkat 8,19 persen dibandingkan akhir tahun 2017.
Profil risiko lembaga jasa keuanganjugaterjaga padalevel yang manageable. Rasio Non-Performing Loan (NPL) grossperbankan tercatat sebesar 2,65 persen (September 2018: 2,66 persen), sedangkan rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan berada pada level 3,21 persen (September 2018: 3,17 persen).
Sementara itu, permodalan lembaga jasa keuangan tercatat pada level yang cukup tinggi. Capital Adequacy Ratio (CAR)perbankan per Oktober 2018 tercatat sebesar 23,09 persen (September 2018: 22,91 persen), sedangkan Risk-Based Capital(RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 308 persen dan 418 persen (September 2018: masing-masing sebesar 315 persen dan 430 persen).
Menurut Anto Prabowo, OJK akan terus memantau dinamika pasar keuangan dan tetap berhati-hati menyikapi penguatan pasar keuangan emerging markets beberapa waktu terakhir. Beberapa downside risk perlu diperhatikan antara lain berlanjutnya trade war dan pengetatan likuiditas global. “Ke depan, OJK akan tetap memantau perkembangan tersebut, sehingga tidak mengganggu kinerja pasar dan sektor jasa keuangan serta stabilitas sistem keuangan nasional,” katanya. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News