Media Asuransi – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengesahkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 6/POJK.04/2021 tentang penerapan manajemen risiko bagi perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek dan perantara pedagang efek yang merupakan anggota bursa efek.
Beleid ini disahkan pada 12 Maret 2021 dan mulai diberlakukan pada 17 Maret 2021. Di dalamnya melingkupi upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mempertegas aturan dalam penerapan manajemen risiko dalam pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris perusahaan efek, serta kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko. Kemudian kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko serta sistem pengendalian internal yang menyeluruh sebagaimana tercantum dalam pasal 3 ayat 2.
Pengaturan risiko yang harus dikelola oleh perusahaan efek tersebut tercantum dalam pasal 5 ayat 1 beleid tersebut, antara lain: Risiko operasional; Risiko kredit; Risiko pasar; Risiko likuiditas; Risiko kepatuhan; Risiko Hukum; Risiko reputasi; dan Risiko strategis
“Pelaksanaan manajemen risiko ini harus dilakukan secara bersama-sama oleh direksi dan komisaris perusahaan efek sesuai dengan kewenangannya masing-masing,” kata beleid yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Baca Juga:
- OJK Terbitkan Pedoman Laporan Berkala Perusahan Asuransi & Reasuransi
- Dukung Stimulus Kendaraan Bermotor, OJK Minta Asuransi Beri Premi Lebih Rendah
- OJK Tetapkan UNIQ Jadi Efek Syariah
Dari sisi aturan tanggung jawab dari organisasi perusahaan efek, disebutkan bahwa pengaturan dalam aspek pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris mengenai wewenang dan tanggung jawabnya antara lain menyusun kebijakan dan strategi manajemen risiko yang dikaji ulang secara berkala paling sedikit satu kali dalam satu tahun. Dalam hal ini, direksi bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko dan eksposur risiko yang diambil, serta mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan direksi.
Sedangkan dewan komisaris menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko, melakukan evaluasi kebijakan manajemen risiko dan memberikan arahan perbaikan atas pertanggungjawaban direksi paling sedikit satu kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu dalam hal terdapat hal yang mempengaruhi kegiatan usaha secara signifikan. Selain itu, Dewan komisaris juga melakukan evaluasi dan memutuskan permohonan direksi yang berkaitan dengan transaksi yang memerlukan persetujuan dewan komisaris.
Sementara itu, dari sisi pengaturan dalam aspek kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko antara lain perusahaan efek wajib menyesuaikan prosedur manajemen risiko dan penetapan limit risiko dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko. Disampaikan pula aturan penetapan limit risiko wajib mencakup limit secara keseluruhan dan limit per jenis risiko serta memiliki mekanisme persetujuan apabila terjadi pelampauan limit.
Beleid ini juga mengatur kewajiban perusahaan membentuk komite manajemen risiko dan unit kerja yang melakukan fungsi manajemen risiko. Tugasnya antara lain menyusun kebijakan manajemen risiko, menguji, mengevaluasi dan merekomendasikan atas pelaksanaan sistem manajemen risiko. Kegiatan tersebut dilakukan minimal satu kali dalam satu tahun.
Perusahaan efek juga wajib menyusun penilaian sendiri (self assessment) penerapan manajemen risiko paling sedikit dua kali dalam setahun untuk posisi per akhir Juni dan Desember. OJK membatasi, untuk periode akhir Juni paling lambat dilaporkan pada akhir Agustus, sedangkan untuk periode akhir Desember paling lambat pada akhir bulan April tahun berikutnya.
Baca Juga:
- Penyidik OJK Tetapkan Mantan Ketua BPA AJB Bumiputera 1912 sebagai Tersangka
- OJK Pertemukan Manajemen AJB Bumiputera dan Perwakilan Pemegang Polis
- OJK Gelar Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021
- OJK: Outlook Ekonomi ke Depan Membaik
Dalam batasan pengawasannya, sebagaimana tercantum dalam pasal 19 ayat 1 dan 2, OJK juga memberikan penekanan kepada perusahaan efek untuk memberikan laporan penilaian manajemen risiko hingga 31 Desember tiap tahunnya. Laporan tersebut paling lama harus diserahkan kepada OJK pada 28 Februari tahun berikutnya.
Sebagai bentuk ketegasan atas segala upaya pelanggaran atas ketentuan tersebut, OJK sesuai dengan pasal 21 ditegaskan bahwa OJK dapat mengenakan sanksi administratif kepada perusahaan efek. Alur sanksi tersebut antara lain:
- Peringatan tertulis
- Denda berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu
- Pembatasan kegiatan usaha
- Pembekuan kegiatan usaha
- Pencabutan izin usaha
- Pembatalan persetujuan, dan
- Pembatalan pendaftaran
Perusahaan efek, dalam pasal 9 disebutkan bahwa kebijakan manajemen risiko tersebut setidaknya harus komprehensif dari segi strategi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Ketersediaan modal perusahaan juga perlu diperhatikan dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perusahaan efek dalam menjalankan kegiatannya juga harus mempersiapkan sistem deteksi dini dan melakukan identifikasi serta diversifikasi risiko. Sehingga nantinya risiko yang mungkin terjadi telah dapat dipantau, terukur dan dapat dimitigasi. One
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News