Media Asuransi – Satu setengah tahun pandemi Covid-19 melanda dunia dan memukul perekonomian. Namun di balik itu, pandemi ini ternyata tetap memungkinkan industri asuransi untuk tumbuh di masa mendatang. “Pandemi Covid-19 turut meningkatkan awareness masyarakat terhadap produk asuransi jiwa dan kesehatan,” kata Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJ) Budi Tampubolon, dalam webinar “Prospek Ekonomi Indonesia Pasca Stimulus dan Vaksinasi, awal Juli 2021.
Menurut Budi, berdasar survei yang dilakukan di tahun 2019, saat ini generasi milenial sudah mulai sadar mengenai pentingnya asuransi jiwa. Usia 18 tahun adalah usia di saat milenial sudah mulai peka terhadap produk asuransi. Jenis asuransi yang paling diketahui oleh milenial adalah asuransi Kesehatan dan asuransi jiwa.
Dari survei juga diketahui bahwa sebanyak 35 persen milenial memiliki poduk asuransi. Dari 65 persen milenial yang tidak memiliki produk asuransi, sebanyak 62 persen milenial menyatakan tertarik memiliki produk asuransi.
|Baca juga: Sebelum Beli, Kenali Klausul-klausul yang Ada dalam Polis Asuransi Jiwa
Walau demikian, Budi Tampubolon juga mengakui sejumlah tantangan yang dihadapi industri asuransi jiwa di masa pandemi Covid-19 ini. Pertama, produk asuransi relatif masih menjadi produk yang perlu dipasarkan. “Sehingga diperlukan inovasi kanal distribusi untuk meningkatkan pemasaran dan penjualan,” katanya dalam webinar yang diselenggarakan Bisnis Indonesia ini.
Kedua, pemasaran produk asuransi masih didominasi oleh skema face to face yang belum bisa menjangkau seluruh masyarakat di Indonesia. Ketiga, adanya pembatasan aktivitas masyarakat, yakni PSBB, PPKM, dan PPKM Darurat, akibat pandemi Covid-19 semakin mempersulit pemasaran produk asuransi.
Keempat, hasil investasi yang sudah mulai meningkat masih akan dipengaruhi ketidakpastian kondisi pasar modal Indonesia dan global yang terdampak dari munculnya virus corona varian delta. Kelima, adanya anggota AAJI yang mengalami permasalahan.
Terlepas dari hal-hal tersebut, berbagai inisiatif dilakukan oleh industri asuransi jiwa di masa pandemi Covid-19 ini. Perusahaan asuransi jiwa anggota AAJI menghadirkan beragam inovasi dan meningkatkan pemanfaatan teknologi digital ketika kita berada di masa the new normal saat ini. Tenaga pemasar menggunakan teknologi digital dalam memasarkan dan menjual PAYDI, sesuai dengan kebijakan relaksasi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
|Baca juga: AAJI Nyatakan Kebutuhan dan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Asuransi Jiwa Masih Tinggi
Inisiatif lain adalah, ujian bagi tenaga pemasar dengan mengunakan mobile apps yang dikembangkan oleh AAJI. Asuransi jiwa juga mempermudah klaim dengan menggunakan online/web/mobile apps.
Selain itu, perusahaan asuransi juga mengembangkan kerja sama dengan berbagai perusahaan teknologi agar tetap melayani nasabah dengan baik di tengah keterbatasan interaksi tatap muka yang ada. “Kami memaksimalkan momentum pandemi untuk meningkatkan literasi dan inklusi melalui online event untuk mewujudkan masyarakat yang lebih cerdas dan inklusif di era keuangan digital,” tutur Budi Tampubolon.
Ketua Dewan Pengurus AAJI ini mengakui bahwa literasi dan inklusi keuangan di Indonesia Masih Rendah. Pada tahun 2019, Indeks Literasi Keuangan Nasional mencapai 38,03 persen, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 76,19 persen. Capaian di sektor asuransi mencatatkan angka yang lebih rendah dengan indeks literasi sebesar 19,40 persen dan indeks inklusi sebesar 13,15 persen.
|Baca juga: Performa Industri Asuransi Jiwa di Masa Pandemi Covid-19
“Sementara itu, Presiden RI, Bapak Joko Widodo, telah menetapkan target inklusi keuangan di tahun 2024 adalah 90 persen. Oleh karena itu, perlu kerja keras dari berbagai pihak termasuk AAJI untuk lebih intensif dalam melakukan sosialisasi dan edukasi keuangan, termasuk tentang manfaat dari memiliki asuransi jiwa,” kata Budi.
Di sisi lain, densitas dan penetrasi yang masih rendah, justru memunculkan ruang pertumbuhan yang masih sangat besar. Industri asuransi jiwa memiliki densitas + USD58, penetrasi terhadap PDB sebesar 1,2 persen, dan penetrasi terhadap jumlah penduduk sebesar 6,5 persen. Lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain. Namun justru karena itu, industri asuransi jiwa masih memiliki ruang yang sangat besar untuk tumbuh.
Untuk tumbuh lebih tinggi, menurut Budi Tampubolon, industri asuransi jiwa memerlukan dukungan dari pemerintah. Pertama, kesadaran berasuransi dibangun sedini mungkin. Agar 10-20 tahun mendatang, tercipta masyarakat Indonesia yang lebih sadar mengenai pentingnya proteksi asuransi, perencanaan keuangan dan jasa atau layanan keuangan lainnya.
Kedua, realisasi pembentukan LPPP (Lembaga Penjamin Pemegang Polis) yang sudah lama menjadi PR. Ketiga, Pemberian tax incentive seperti di negara-negara lain agar dapat meningkatkan densitas dan penetrasi industri asuransi jiwa di Indonesia. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News