1
1

Para Bos Asuransi dan Perbankan di Asia Gotong Royong Cegah Perubahan Iklim

Ilustrasi. | Foto: Freepick

Media Asuransi, GLOBAL – Para pemimpin asuransi dan perbankan di Asia semakin berkomitmen terhadap aksi iklim. Transisi ini diperkirakan menjadi signifikan, dilakukan di awal, dan meluas, dengan dampak yang berbeda-beda.

Berdasarkan perkiraan McKinsey & Company yang dilansir dari laman Insurance Asia, Jumat, 8 Maret 2024, belanja modal untuk aset fisik akan mencapai US$275 triliun pada 2050, dengan peningkatan tahunan hingga US$3,5 triliun.

“Meskipun kebutuhan pengeluaran ini besar dan pembiayaan belum ditetapkan, banyak investasi memiliki profil pengembalian yang positif, bahkan terlepas dari perannya dalam menghindari peningkatan risiko fisik dan tidak boleh dilihat sebagai biaya belaka,” kata laporan tersebut.

“Inovasi teknologi dapat mengurangi biaya modal untuk teknologi nol-nol lebih cepat dari yang diperkirakan,” tambah laporan tersebut.

|Baca juga: Permintaan Asuransi Siber hingga Properti di Singapura-Malaysia Melonjak di 2024

Laporan ini memperkirakan dampak ekonomi dari transisi menuju nol bersih pada 2050, dengan fokus pada sistem energi dan tata guna lahan yang bertanggung jawab atas 85 persen emisi.
Dengan menggunakan skenario net zero 2050 dari Network for Greening the Financial System (NGFS), laporan ini memberikan estimasi transformasi ekonomi dan penyesuaian masyarakat yang terkait dengan transisi ini.

Sedangkan bagi Prudential, langkah-langkah proaktif menuju dekarbonisasi telah diambil seperti melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan batu bara dan mengurangi intensitas karbon dari portofolio investasi mereka.

Kepala Commercial Risk Solutions Aon (Asia) Paul Young, berbicara berdasarkan pengalamannya di sektor asuransi non-jiwa, menggarisbawahi peran penting manajemen risiko dalam mengidentifikasi, menilai, dan memitigasi risiko-risiko yang berkaitan dengan iklim.

“Perubahan iklim sedang terjadi dan nyata. Saya membuat laporan tahun lalu yang disebut Laporan Data Iklim dan Wawasan Bencana, yang merupakan analisis peristiwa bencana alam di seluruh dunia,” kata Young, mencatat bagaimana laporan itu menyebutkan pada 2022 akan terjadi kerugian ekonomi tertinggi US$308 miliar, naik 20 persen dengan 398 peristiwa penting.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Permintaan Asuransi Siber hingga Properti di Singapura-Malaysia Melonjak di 2024
Next Post IFG Life Luncurkan Produk MIFG My Managed Care

Member Login

or