Media Asuransi, JAKARTA – Pemerintah memberlakukan kenaikan royalti hasil penjualan batu bara. Nantinya, pengenaan pajak ini bersifat progresif berdasarkan Harga Batubara Acuan (HBA). Adapun lima lapisan tarif yang dikenakan untuk perusahaan tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) eks PKP2B generasi satu sebagai berikut:
- Jika HBA kurang dari US$70 per ton, tarif royalti sebesar 14%
- Ketika HBA berkisar antara US$70-$80 per ton, tarif royalti sebesar 17%
- Ketika HBA berkisar antara US$80-$90 per ton, tarif royalti sebesar 23%
- Ketika HBA berkisar antara US$90-$100 per ton, tarif royalti sebesar 25%
- Ketika HBA lebih dari US$100 per ton, tarif royalti sebesar 28%
Mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, HBA pada April 2022 sebesar US$288,4. Sehingga, tarif yang dikenakan adalah 28%. Besaran tarif ini meningkat dari peraturan sebelumnya yang mempunyai besaran tarif flat 13,5%.
Baca juga: Dari IMF Hingga BI Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sedangkan tarif untuk penjualan batu bara dalam negeri (DMO) dikenakan sebesar 14%, mengingat harga jual batu bara dalam negeri dipatok di harga 70 dolar AS per ton.
Dua perubahan utama di skema baru ini adalah perubahan tarif dari flat menjadi progresif. Selain itu, persentase tarif baru juga lebih tinggi dari tarif sebelumnya (14-28% vs 13.5% sebelumnya). Perubahan tarif ini dipicu fluktuasi harga batu bara yang melonjak dalam beberapa bulan terakhir.
Kenaikan royalti ini berpotensi mengurangi profitabilitas perusahaan batu bara, karena beban royalti meningkat. Namun, harga batu bara saat ini tetap berada di level yang jauh lebih tinggi dibanding masa lalu, sehingga dapat tetap mendukung performa emiten batu bara. Di sisi lain, dengan kenaikan ini, pendapatan negara juga berpotensi mengalami peningkatan. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News