Media Asuransi, JAKARTA – Meski masih diliputi ketidakpastian, pemerintah optimistis pemulihan ekonomi Indonesia di tahun 2022 diperkirakan akan terus berlanjut.
Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Keuangan, pemulihan ekonomi domestik hingga bulan Mei 2022 terjadi cukup kuat dan merata. Kenaikan komoditas global memberi tambahan pendapatan dan menciptakan kesehatan APBN 2022 yang semakin kuat. Konsumsi masyarakat, investasi dan ekspor tumbuh cukup kuat dan menjadi motor pemulihan ekonomi, sehingga konsolidasi APBN dapat terwujud dan berfungsi sebagai shock absorber, dan menjaga perekonomian dari tekanan ekonomi global yang masih volatile.
“Situasi yang baik masih bisa kita jaga, walaupun kondisi global sangat-sangat dinamis bahkan cenderung volatile. Kita akan terus mewaspadai pertumbuhan ekonomi kita yang juga dipengaruhi oleh global, dan juga dari sisi komposisi pertumbuhan ekonomi. Dan terakhir, kita harap APBN kita juga semakin kuat dan sehat, untuk kita bisa menjaga perekonomian kita ke depan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
|Baca juga: Realisasi Belanja Negara Per Mei 2022 Baru 34,6 Persen dari Pagu APBN
World Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 5,1 persen dan 5,3 persen, sementara IMF memprediksi Indonesia akan tumbuh 5,4 persen dan 6,0 persen di periode yang sama.
PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Mei tetap melanjutkan ekspansi meski melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Namun demikian, konsumsi masyarakat semakin kuat dan mendukung pemulihan ekonomi. APBN 2022 hingga akhir Mei mencatatkan peningkatan surplus akibat kinerja pendapatan yang baik.
Pemulihan ekonomi domestik masih akan dibayangi tantangan dan risiko global, sehingga peran APBN sebagai shock absorber sangat diperlukan, dengan tetap memperhatikan kesehatan APBN agar tetap sustainabel dan kredibel.
“Pertumbuhan ekonomi tidak tergantung lagi hanya dari sisi APBN, bahkan APBN sekarang bergeser sebagai instrumen untuk menjaga shock, tapi bukan lagi sebagai lokomotif utama untuk pertumbuhan ekonomi, karena mesin pertumbuhan sudah mulai menyala melalui konsumsi investasi dan ekspor,” tambah Menkeu.
Tren positif perekonomian Indonesia ditunjukkan baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Indeks PMI Manufaktur tetap ekspansif di level 50,8, meski melambat dibandingkan bulan April yang sebesar 51,9. Selanjutnya, konsumsi listrik tumbuh positif, ditopang konsumsi listrik industri dan bisnis yang menunjukkan masih kuatnya aktivitas dunia usaha. Optimisme masyarakat meningkat pada bulan Mei 2022. IKK kembali mengalami peningkatan dari bulan April yang sebesar 113,1 menjadi 128,9 pada bulan Mei.
Selain itu, mobilitas masyarakat juga terus meningkat seiring terkendalinya pandemi, rata-rata mobilitas pada kuartal II mencapai 18,6, melonjak jauh dari kuartal I yang hanya mencapai 7,1. Sejalan dengan hal tersebut, indeks penjualan riil semakin meningkat, yang diperkirakan mencapai 239,7 pada bulan Mei, dan tumbuh 5,4 persen secara tahunan. Tingkat konsumsi masyarakat tak lepas dari pengaruh momen ramadhan dan Idulfitri, yang ditunjukkan oleh memuncaknya Mandiri Spending Index pada awal Mei.
|Baca juga: Per Mei 2022, Pendapatan Negara Capai Rp1.070,4 Triliun
Neraca perdagangan masih mencatatkan surplus, pada bulan Mei sebesar USD2,90 miliar dengan akumulasi sampai dengan Mei sebesar USD19,79 miliar. Ekspor bulan Mei 2022 mencapai USD21,5 miliar, didukung peningkatan ekspor migas, sementara impor bulan Mei 2022 mencapai USD18,6 miliar.
Ekspor-impor masih tumbuh positif secara tahunan dipengaruhi harga komoditas global yang masih tinggi. Cadangan devisa akhir Mei mencapai USD 135,6 miliar. Meski sedikit menurun dibandingkan bulan April, namun masih mencukupi, setara dengan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.
Tekanan inflasi global yang masih terus berlanjut mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara serta berpotensi mendorong peningkatan cost of fund, termasuk di Indonesia. Inflasi Indonesia dalam tren meningkat, namun masih relatif moderat. Hal ini tak lepas dari peran APBN sebagai shock absorber yang mampu menahan dampak kenaikan harga komoditas global menjadi terbatas, sehingga daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi dapat tetap terjaga.
Vaksinasi tetap menjadi instrumen utama untuk transisi dari pandemi menuju ke endemi, akselerasi vaksinasi perlu dilanjutkan terutama di tengah kemunculan varian baru. Di Indonesia, sampai dengan 22 Juni 2022, vaksin Covid-19 telah diberikan kepada 201,24 juta masyarakat (74,5 persen populasi) untuk dosis 1, 168,59 juta masyarakat (62,4 persen) untuk dosis 2, dan 49,34 juta masyarakat (18,3 persen populasi) untuk vaksin booster.
Di pihak lain, disrupsi suplai yang tak berkesudahan, serta meningkatnya inflasi dan keterbatasan likuiditas global semakin menambah downside risk (risiko negatif) terhadap prospek perekonomian global.
Pertumbuhan ekonomi global diprediksi melemah. Beberapa lembaga internasional kembali menurunkan proyeksinya, antara lain IMF (2022: 3,6 persen dan 2023: 3,6 persen) dan World Bank (2022: 2,9 persen dan 2023: 3,0 persen).
“Banyak negara yang menghadapi ruang fiskal mereka yang sudah terpakai secara luar biasa pada pandemi yang lalu, sehingga ruang fiskal makin terbatas. Ini adalah risiko baru yang menyebabkan lembaga-lembaga internasional melakukan revisi ke bawah dari prediksi ekonomi,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News