1
1

Penetrasi Asuransi Jiwa di Indonesia Masih Tertinggal dari Negara Lain di ASEAN

Media Asuransi, JAKARTA– Industri asuransi jiwa di Indonesia relatif masih tertinggal dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, jika dilihat  dari sisi rasio aset to Gross Domestic Product (GDP), densitas, serta penetrasi. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Wiroyo Karsono, dalam acara media gathering AAJI di Bandung, Kamis, 30 Juni 2022.

Wiroyo mengatakan bahwa densitas atau rata-rata pengeluaran masyarakat Indonesia untuk produk industri asuransi jiwa pada 2020 hanya sebesar 54 dolar AS atau Rp761.670 per tahun. Sementara tingkat penetrasinya hanya mencapai 1,2 persen untuk rasio pendapatan premi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan 7,8 persen untuk rasio tertanggung perorangan terhadap jumlah penduduk.

Wiroyo menyebutkan bahwa  Insurance to GDP di Indonesia saat ini 5,8 persen dan itu merupakan angka paling rendah dari empat negara lainnya. Insurance to GDP tertinggi di kawasan ini adalah Singapura sebesar 47,5%, diikuti Thailand 23,2%,  setelah itu Malaysia 20,3%, dan 8,5% pencapaian dari Filipina.

|Baca juga: Survei Atradius: Minat Pelaku Bisnis Asia Mengasuransikan Piutang Usahanya Meningkat

Mengutip data yang disampaikan oleh Wiroyo, densitas industri asuransi jiwa di Indonesia lima tahun terakhir menunjukkan penurunan meski sempat ada kenaikan di tahun 2017.  Yakni denstitas di tahun 2016 sebesar 59 dolar AS, 73 dolar AS pada 2017, 58 dolar AS di tahun 2018, 58 dolar AS pada 2019 dan 54 dolar AS pada 2020.

Densitas tersebut jauh lebih rendah dibanding di Malaysia yang sebesar 298 dolar AS pada 2016, 339 dolar AS pada 2017, 361 dolar AS pada 2018, 380 dolar AS pada 2019, dan 415 dolar AS pada 2020.’

Selanjutnya, jika dilihat melalui tingkat penetrasi industri asuransi jiwa di Indonesia secara rinci meliputi 1,3 persen terhadap PDB pada 2016, 1,4 persen PDB 2017, 1,3 persen PDB 2018, 1,2 persen PDB 2019, dan 1,2 persen PDB 2020. Sementara tingkat penetrasi itu rendah dibandingkan Malaysia yang 3,2 persen terhadap PDB 2016, 3,3 persen PDB 2017, 3,3 persen PDB 2018, 3,4 persen PDB 2019 dan 4 persen PDB 2020

Wiroyo mengatakan, salah satu akar masalah rendahnya asuransi di Indonesia adalah literasi dan inklusi keuangan di Tanah Air yang masih rendah. “Meski ada peningkatan tapi masih pelan. Ini perlu ditingkatkan bersama–sama. Ini juga butuh peran dari stakeholder. Dalam hal ini AAJI sudah melakukan banyak kegiatan ke kampus-kampus  untuk meningkatkan awarness masyarakat terhadap asuransi,” katanya.

Dia menegaskan bahwa industri asuransi jiwa turut berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), meningkatkan ketahanan keuangan  keluarga Indonesia, dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional yang bersifat jangka panjang.

Dijelaskan bahwa 30 tahun ke depan, 20 persen penduduk Indonesia  akan  masuk  dalam kategori lansia sehingga perlu  disokong dengan industri asuransi jiwa dan dana pensiun yang tangguh. “Diperlukan  peran dari berbagai pihak untuk dapat  memajukan industri asuransi jiwa di Indonesia  dalam meningkatkan ketahanan perekonomian nasional serta melindungi keluarga Indonesia,” tutur Wiroyo.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post OJK Cabut Sanksi PKU terhadap Asuransi SLU
Next Post Harga Emas Hari Ini Diperkirakan Masih Akan Tertekan

Member Login

or