1
1

Penetrasi Dana Pensiun di Indonesia Kalah Dibandingkan Negara Berkembang Lainnya

Ilustrasi Dana Pensiun | Foto: Doc

Media Asuransi, JAKARTA – Penetrasi aset dana pensiun publik di Indonesia masih jauh di bawah negara berkembang lainnya seperti India, Thailand, Brasil, dan Malaysia.

Hal tersebut terungkap dalam IFG Progress Weekly Digest bertajuk Dana Pensiun Indonesia: Kondisi dan Tantangan yang ditulis oleh Head of IFG-Progress Reza Yamora Siregar, Research Associate M. Alvin Prabowosunu dan Rizky Rinaldi Ronaldo.

Berdasarkan data pada tahun 2020, penetrasi dana pensiun publik jika dilihat dari total Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BPJS TK), berada di angka 2,73% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) 2020.

Angka ini didapatkan dari cakupan BPJS TK yang sudah memiliki keanggotaan sekitar 15,8 juta pekerja. Tingkat kontribusi wajib yang harus disediakan pekerja dan pemberi kerja adalah sebesar 8,7%, yang terdiri dari tingkat kontribusi BPJS Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 5,7% dan Jaminan Pensiun (JP) sebesar 3%. 

Apabila dana pensiun publik dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dikelola oleh Taspen (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri) dan Prajurit TNI serta Anggota Polri yang dikelola oleh Asabri (Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dimasukkan dalam perhitungan, maka cakupan dana pensiun publik Indonesia mencapai 4,79% dari total PDB, dengan cakupan sekitar 20,82 juta pekerja dan dengan tingkat kontribusi wajib sebesar 8%.

Selanjutnya, jika dana pensiun pihak ketiga (swasta) juga dimasukkan, maka cakupan dana pensiun di Indonesia secara keseluruhan mencapai 6,88% dari total PDB dengan cakupan sekitar 25,16 juta pekerja.

Dibandingkan dengan kategori dana pensiun yang sama di beberapa negara berkembang lainnya, aset dana pensiun di Indonesia masih relatif rendah,” tulis mereka dalam riset tersebut.

|Baca juga: Manfaat Dana Pensiun Bagi Pemberi Kerja dan Karyawan

Penetrasi aset dana pensiun publik (di luar Asabri & Taspen) berada di angka 2,73% dari PDB, jauh di bawah level beberapa negara berkembang lainnya seperti India (7,20%), Thailand (12,74%), Brasil (14,97%), dan Malaysia (61,42%).

Laju pertumbuhan tahunan aset dana pensiun publik Indonesia juga belum cukup cepat, dengan pertumbuhan aset total hanya sebesar 11,43% di 2020. Angka ini juga cukup jauh tertinggal dibandingkan dengan India dan Turki yang mempunyai tingkat pertumbuhan aset di atas 25% . 

Menurut mereka, terdapat dua faktor penting penyebab rendahnya penetrasi aset dana pensiun di Indonesia. Faktor pertama berhubungan dengan jumlah tenaga kerja yang tercakup dari program dana pensiun yang ada. Dari sekitar 128,5 juta pekerja di Indonesia, hanya sekitar 17,5 juta-20,6 juta pekerja formal (dari total sekitar 50,7 juta pekerja formal) yang memiliki tabungan pensiun dari BPJS TK, Taspen, dan Asabri, dan hanya sekitar 200.000 pekerja informal yang mempunyai akses pada JHT dari BPJS TK.

Dari angka-angka tersebut, tingkat cakupan dana pensiun publik Indonesia hanya sekitar 13,6%-16,0% dari total jumlah pekerja dan 16,2% jika memasukkan JHT Informal. Terlebih lagi, jika dana pensiun berdasarkan keanggotaan khusus (Taspen dan Asabri) dikeluarkan/hanya berdasarkan JHT, cakupan dana pensiun hanya sekitar 12,9% dari total jumlah pekerja (dihitung dari rasio kepesertaan BPJS TK JHT terhadap total pekerja di luar PNS, TNI, & Polri).

Di sisi lain, hanya sekitar 4,3 juta pekerja yang mempunyai dana pensiun dari pihak swasta (“Dana Pensiun Pihak Ketiga”/DPPK dan “Dana Pensiun Lembaga Keuangan”/DPLK). Jika angka DPPK, DPLK, dan JHT tersebut digabungkan (tanpa memasukkan Taspen & Asabri), tingkat cakupan program dana pensiun di Indonesia menjadi 16,4% dari total pekerja di Indonesia (dihitung dari rasio kepesertaan BPJS TK JHT + DPPK + DPLK terhadap total pekerja di luar PNS, TNI, & Polri).

Baik 16,2%, maupun 16,4%, kedua angka cakupan ini masih rendah dibandingkan negara-negara Asia (dengan rata-rata 21,27%) seperti Filipina (22,2%), Thailand (28,3%) dan Malaysia (31,3%) dan jauh di bawah negara-negara OECD (dengan rata-rata 50,33%) seperti Inggris (55,7%), Jepang (61,7%), dan Denmark (62,2%).

|Baca juga: OJK Bubarkan Dana Pensiun Inhutani

Dari data yang sama, tulis mereka, terlihat bahwa potensi peningkatan cakupan dana pensiun untuk pekerja di Indonesia yang masih sangat besar. Diperkirakan sekitar ±103,3 juta pekerja (sekitar ±73-77 juta pekerja informal dan ±25-30 juta pekerja formal) di Indonesia belum mempunyai akses terhadap dana pensiun .

Dengan kata lain, jumlah tenaga kerja kita yang belum mendapat akses ke dana pensiun di 2020 lebih dari 4 kali jumlah yang sudah tercakup.

Faktor kedua berhubungan dengan tingkat persentase kontribusi wajib dari pekerja dan pemberi kerja dari total pendapatan pekerja.

 

Di Indonesia, tingkat kontribusi wajib dana pensiun publik dengan proxy BPJS TK sekitar 8,7%. Total kontribusi ini masih jauh dibawah negara-negara Asia dengan rata-rata tingkat kontribusi 16,32%, seperti Jepang (18,3%), Malaysia (25%), India (28%)), dan negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dengan rata-rata tingkat kontribusi 19,9%, seperti Colombia (16%), Inggris (25,8%), dan Italia (32,8%).

Di ASEAN sendiri, tingkat kontribusi wajib Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan Filipina (11%), Vietnam (22%), Brunei (17%), dan hanya lebih tinggi dibandingkan Thailand (6,0%).

Evaluasi dari tingkat kontribusi wajib dan cakupan kepesertaan tenaga kerja perlu menjadi bagian utama dari pembentukan langkah strategis untuk mendorong perkembangan sektor dana pensiun publik di Indonesia.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post BI: Utang Luar Negeri Indonesia Kuartal III/2021 Tetap Terkendali
Next Post Gojek dan TBS Patungan Bikin Motor Listrik Pertama di Indonesia

Member Login

or