Media Asuransi, JAKARTA – Sektor manufaktur Indonesia pada bulan Desember 2022 tercatat terus berekspansi yang didorong oleh kenaikan permintaan.
Dikutip dari keterangan resmi Global Market Intelligence, Headline Purchasing Managers’ Index™ (PMI™) Manufaktur Indonesia dari S&P Global yang disesuaikan secara berkala naik ke posisi 50,9 pada bulan Desember, naik dari 50,3 pada bulan November.
Menurut data PMI™ IHS Markit, sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi pada akhir tahun 2022. Kenaikan permintaan mendukung kenaikan output lebih lanjut, dan juga kenaikan aktivitas pembelian dan ketenagakerjaan. Secara bersamaan, inventori stok praproduksi dan pasca produksi mengalami pertumbuhan.
Sementara itu, bahkan saat permasalahan pasokan masih terjadi, tekanan harga di sektor manufaktur berkurang, namun kepercayaan diri bisnis terus turun pada bulan Desember.
|Baca juga: PMI Manufaktur Turun, Pemerintah Optimistis Tetap di Zona Ekspansi
Posisi Headline PMI Indonesia tercatat di atas tanda tidak ada perubahan 50,0, headline PMI konsisten dengan enam belas bulan berturut–turut perbaikan kesehatan sektor manufaktur Indonesia. Tingkat pertumbuhannya merupakan yang paling kuat sejak bulan Oktober, meski hanya pada kisaran marginal secara keseluruhan.
Produksi manufaktur Indonesia mengalami ekspansi pada kisaran lebih cepat pada bulan Desember, didorong oleh kenaikan permintaan atas barang-barang produksi Indonesia. Kondisi permintaan pendukung yang lebih baik dilaporkan menyebabkan kenaikan pesanan baru pada bulan Desember.
Namun demikian, kenaikan ini utamanya terpusat pada pasar domestik. Sebab permintaan asing kembali turun, terbebani oleh penurunan kondisi perekonomian global. Akan tetapi, tingkat penurunan permintaan baru internasional jauh lebih lambat dibandingkan pada bulan November.
Di tengah ekspansi permintaan, penumpukan pekerjaan terakumulasi pada laju yang sedikit lebih cepat dibandingkan pada bulan November. Namun demikian hambatan pasokan masih terjadi, kinerja pemasok kembali menurun pada bulan Desember.
Menurut panelis, cuaca buruk dan gangguan pasokan menyebabkan waktu tunggu pesanan mengalami perpanjangan pada bulan Desember. Untuk menangani pertumbuhan beban kerja yang ada dan pesanan baru, perusahaan manufaktur Indonesia melakukan ekspansi pada jumlah kerja mereka selam enam bulan berturut–turut pada bulan Desember.
|Baca juga: MARKET REVIEW: Data PMI Manufaktur Angkat IHSG
Perusahaan juga terus menaikkan aktivitas pembelian mereka, menyebabkan kenaikan inventaris praproduksi. Lebih lanjut, stok barang jadi juga naik setelah turun tiga bulan berturut-turut. Dengan bukti anekdotal yang berkaitan dengan kenaikan arus permintaan baru yang lebih besar dan proyeksi kenaikan permintaan pada masa mendatang.
Meski kondisi permintaan pada bulan Desember membaik, tekanan harga berkurang pada akhir tahun. Inflasi biaya input jatuh di bawah rata-rata jangka panjang pada bulan Desember, meski masih tergolong besar secara keseluruhan. Dengan kenaikan biaya bahan baku, BBM dan nilai tukar mata uang sebagai penyebab kenaikan biaya terkini. Dan sementara perusahaan manufaktur Indonesia terus berbagi beban biaya tambahan dengan klien, tingkat inflasi harga jual turun hingga posisi terendah dalam 19 bulan.
Sentimen secara keseluruhan bertahan positif pada bulan Desember, dengan perusahaan manufaktur berharap penuh menuju tahun 2023. Namun demikian, tingkat optimisme turun ke posisi terendah sejak bulan Mei 2020 menunjukkan sentimen yang lebih lemah di sektor di tengah kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian global yang memburuk.
Menanggapi hasil survei terkini, Jingyi Pan, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, mengatakan data PMI bulan Desember mengarah pada kondisi sektor manufaktur Indonesia yang lebih baik pada akhir tahun 2022.
Dia menjelaskan ekspansi lebih cepat pada output dan penjualan dan juga berkurangnya tekanan harga merupakan perbaikan yang diharapkan, meski kenaikan produksi dan permintaan masih lemah secara keseluruhan. Terutama, inflasi harga output turun ke posisi terendah sejak bulan Mei 2021, menunjukkan bahwa tekanan harga untuk klien akhir kini telah turun ke posisi terendah dalam kurun waktu lebih dari satu setengah tahun dan mungkin mendukung kenaikan permintaan pada masa mendatang.
“Terlebih lagi, pertumbuhan terbarukan pada tingkat inventori yang berakar dari kondisi permintaan yang lebih baik, merupakan tanda-tanda titik balik sektor.”
Dengan demikian, satu-satunya sub-indeks PMI berbasis sentimen, Indeks Output Masa Depan, mengarah pada tingkat kepercayaan diri berbisnis terendah sejak fase awal pandemi pada bulan Mei 2020, yang menunjukkan ketidakpastian besar di sektor manufaktur. “S&P Global Market Intelligence saat ini berharap GDP Indonesia tumbuh sebesar 4,4% pada tahun 2023 setelah tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2022.”
editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News