Media Asuransi – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data perkembangan industri asuransi per November 2020. Industri asuransi secara keseluruhan mencatat pertambahan premi sebesar Rp22,8 triliun. Asuransi jiwa membukukan premi sebesar Rp18,1 triliun sedangkan premi asuransi umum dan reasuransi tercatat sebesar Rp4,7 triliun.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, dalam keterangan resmi yang diterima Media Asuransi, Senin, 28 Desember 2020, mengatakan bahwa stabilitas sistem keuangan terkini menunjukkan kondisi positif, dengan profil risiko tetap terjaga. Hal ini terjadi seiring dengan langkah OJK terus meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan kebijakan yang telah dikeluarkan, untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah pelambatan perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19.
Informasi positif dari data sektor riil dan dimulainya vaksinasi mendorong pasar keuangan global termasuk Indonesia menguat di bulan Desember. Sampai dengan 18 Desember 2020, IHSG menguat sebesar 8,76 persen mtd (month to date) dan kembali di atas level 6.000. Penguatan juga terjadi pasar SBN dengan rerata yield SBN turun sebesar 28.3 bps (basis points) mtd.
Premi Asuransi per Oktober 2020 Bertambah Rp26,6 Triliun
Menurut Anto Prabowo penguatan di pasar saham menjelang akhir tahun ditopang oleh investor domestik di tengah masih berlanjutnya net sell non residen sebesar Rp3,19 triliun mtd. Sementara, investor non residen mencatatkan net buy di pasar SBN sebesar Rp5,02triliun mtd (ytd/year to date pasar saham: net sell Rp47,05 triliun; ytd pasar SBN: net sell Rp86,3 triliun).
Kinerja intermediasi keuangan juga masih sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional. Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan November 2020 masih tumbuh relatif tinggi sebesar 11,55 persen yoy (year on year). Sementara itu, perbankan berhasil menyalurkan kredit baru sebesar Rp146 triliun, namun pelunasan kredit dan hapus buku tercatat masih lebih besar dari kredit baru sehingga secara keseluruhan pertumbuhan kredit terkontraksi -1,39 persen yoy.
Kontraksi pertumbuhan kredit dipicu masih lemahnya permintaan kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi khususnya di daerah-daerah yang termasuk dalam high risk penyebaran Covid-19.
Di industri keuangan non-bank, piutang Perusahaan Pembiayaan juga terkontraksi sebesar -17,1 persen yoy didorong oleh kontraksi pembiayaan jenis multiguna yang menjadi penyumbang terbesar dalam piutang pembiayaan. Sementara itu fintech P2P Lending November 2020 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp14,10 triliun atau tumbuh sebesar 15,7 persen yoy.
Hingga 22 Desember 2020, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten di pasar modal mencapai 164, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp117,42 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 49 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 57 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp15,05 triliun.
Di tengah moderasi kinerja intermediasi, profil risiko lembaga jasa keuangan pada November 2020 masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,18 persen (NPL net: 0,99 persen) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan sebesar 4,5 persen. “Di tengah penguatan nilai tukar Rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) November 2020 sebesar 1,90 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen,” kata Anto Prabowo.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Terlihat dari rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 16 Desember 2020 terpantau pada level 157,39 persen dan 34,14 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat sebesar 24,19 persen serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitu pula gearing ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News