Media Asuransi, GLOBAL – Insurer di Singapura tercatat memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku industri asuransi global. Hal itu terungkap dalam laporan Insurance Banana Skins 2025 yang dirilis PwC Singapore, seiring meningkatnya ancaman kejahatan siber, risiko kecerdasan buatan (AI), dan ketidakpastian makroekonomi.
Melansir Insurance Asia, Kamis, 4 Desember 2025, PwC mencatat indeks kecemasan insurer Singapura berada di angka 3,44, lebih tinggi dari rata-rata global yang mencapai 3,22. Laporan tersebut menilai ragam risiko paling mendesak yang saat ini dihadapi industri asuransi.
Kejahatan siber masih menjadi ancaman terbesar bagi insurer Singapura. Risiko ini konsisten berada di posisi teratas sejak 2017, dan kembali menempati peringkat pertama pada 2025. Kondisi tersebut mencerminkan semakin luasnya pemanfaatan teknologi, ketergantungan pada ekosistem pihak ketiga serta layanan cloud, hingga maraknya serangan yang memanfaatkan AI.
|Baca juga: Profil Lengkap Emira E Oepangat, Direktur Eksekutif Baru AAJI per Desember 2025
|Baca juga: Bencana Banjir di ASEAN Picu Kerugian hingga Jutaan Dolar AS, Indonesia Termasuk!
Sedangkan AI naik ke posisi dua besar risiko pada tahun ini. Responden menilai tantangan terkait penggunaan AI semakin kompleks karena melibatkan banyak komponen dan vendor yang sulit diawasi.
Laporan PwC juga menunjukkan insurer Singapura lebih sensitif terhadap tekanan makroekonomi dibandingkan dengan rata-rata global. Hal ini berkaitan dengan posisi Singapura sebagai pusat keuangan yang terhubung secara global dan bergantung pada aktivitas perdagangan, sehingga rentan terhadap perubahan tarif, dinamika mata uang, serta pergerakan arus modal.
Di sisi kesiapan, indeks insurer Singapura berada di level 3,21 atau sedikit di bawah rata-rata global yang tercatat 3,24.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
