Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings telah menurunkan Peringkat Jangka Panjang Mata Uang Asing dan Lokal Issuer Default Ratings (IDR) dan peringkat mata uang asing senior tanpa jaminan operator telekomunikasi Indonesia PT Indosat Tbk menjadi ‘BBB-‘ dari ‘BBB’.
Fitch Ratings Indonesia secara bersamaan menurunkan Peringkat Nasional Jangka Panjang dan seluruh obligasi senior tanpa jaminan dan sukuk mata uang Rupiah menjadi ‘AA(idn)’, dari ‘AAA(idn)’. Rating Watch Negative (RWN) telah dilepaskan dari seluruh peringkat perusahaan, yang ditempatkan pada September 2021.
Outlook pada IDR dan Peringkat Nasional Jangka Panjang adalah Stabil, merefleksikan pandangan Fitch bahwa net debt/EBITDA akan tetap berada di bawah 2,3x – dimana tingkat di atasnya dapat dipertimbangkan sebagai tindakan pemeringkatan negatif.
Fitch memeringkat Indosat berdasarkan Standalone Credit Profile (SCP) pada ‘bbb-‘ dan tidak memperhitungkan pengangkatan peringkat dari investor-investor utama, Ooredoo Q.S.P.C (A-/Stabil) dan CK Hutchison Holdings Limited (CKHH, A-/Stabil).
|Baca juga: Outlook Indosat (ISAT) Direvisi Jadi Stabil dari Status Creditwatch Implikasi Negatif
Ooredoo dan CKHH masing-masing memiliki 50% dari joint venture – Ooredoo Hutchison Asia – yang memiliki 65,6% dari Indosat. Di bawah kriteria Parent and Subsidiary Rating Linkage Fitch, jarang sekali peringkat entitas asosiasi atau investee joint-venture akan mendapat manfaat dari hubungan peringkat dengan investor yang lebih kuat.
Walaupun Fitch mengakui adanya kesamaan corporate brand antara investor dan investee, periode penguncian kepemilikan saham selama lima tahun, pengaturan manajemen joint venture dan potensi dampak reputasi dari default pada Indosat terhadap investor-investor utama, Fitch percaya elemen-elemen tersebut tidak cukup untuk memenuhi ambang insentif yang lebih tinggi untuk memeringkat Indosat di atas SCP-nya, mengingat bahwa tidak ada investor utama yang memiliki kendali keseluruhan.
SCP Indosat merefleksikan bisnis profil yang lebih kuat setelah mergernya dengan PT Hutchison 3 Indonesia (H3i) pada 4 Januari 2022, dengan pangsa pendapatan yang lebih tinggi, leverage yang lebih rendah, dan fleksibilitas keuangan yang lebih besar.
Peringkat Nasional ‘AA’ menunjukkan ekspektasi tingkat risiko gagal bayar yang sangat rendah dibandingkan dengan emiten atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama. Risiko gagal bayar yang melekat hanya sedikit berbeda dari emiten atau obligasi dengan peringkat tertinggi di negara tersebut.
Fitch percaya merger dengan H3i telah meningkatkan posisi kompetitif Indosat, dengan pendapatan pro forma dan EBITDA yang dilaporkan (setelah-PSAK 16) dalam 12 bulan sampai dengan September 2021 masing-masing naik sebesar 46% dan 44%. Ini akan membuat Indosat menjadi operator seluler kedua terbesar di Indonesia, dengan pangsa pendapatan pro forma sebesar 26% pada tahun 2020, lebih tinggi dari pangsa pendapatan PT XL Axiata Tbk (BBB/AAA(idn)/Stabil) sebesar 16%.
Saat ini Indosat memiliki asset spektrum sebanyak 140Mhz; sedikit lebih rendah dari 155Mhz milik pemimpin pasar PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), namun jauh lebih banyak dari 90Mhz milik XL.
|Baca juga: Sebelum Merger, Indosat Bagi-Bagi Dividen Rp5 Triliun
Namun, Fitch memperkirakan perusahaan telekomunikasi petahana PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom, BBB/Stabil; SCP: a-) akan mempertahankan kepemimpinan pasar dan jaringannya, dengan lebih dari 50% pangsa pendapatan dari sektor selular melalui anak perusahaannya, Telkomsel
Fitch memperkirakan net debt/operating EBITDA akan membaik ke sekitar 2,0x pada tahun 2022-2023, dari sekitar 2,5x pada tahun 2019-2020 (estimasi 2021: 1,8x). Merger ini akan membantu Indosat untuk menurunkan leverage-nya, karena H3i berada dalam posisi net cash dan meningkatkan skala EBITDA Indosat.
Fitch menilai merger ini memberikan Indosat fleksibilitas keuangan yang lebih besar untuk berinvestasi, karena perusahaan mengharapkan untuk memperoleh USD300 juta-USD400 juta dalam sinergi tahunan sebelum pajak dalam tiga hingga lima tahun kedepan.
Arus kas bebas (FCF) sebelum dividen kemungkinan akan tetap negatif, karena Fitch memperkirakan belanja modal/pendapatan akan tetap tinggi di level 30% untuk mendukung ekspansi jaringan diluar Jawa dan upaya fiberisasi, dan menjadi netral pada tahun 2024 berkat sinergi operasional dan penghematan belanja modal.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News