Media Asuransi, JAKARTA – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Harris Turino menegaskan rencana redenominasi rupiah belum menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Redenominasi pada dasarnya memiliki dua sasaran utama.
“(Sasaran redenominasi) pertama adalah efisiensi. Nolnya tidak banyak, laporan keuangan lebih ringkas, penggunaan kertas juga lebih sedikit. Bahkan kalkulator 12 digit itu karena nol uang kita terlalu banyak,” ujar Harris, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 19 November 2025.
Sedangkan sasaran kedua dari adanya redenominasi, tambahnya, adalah aspek nilai tukar. “Dua target ini kalau berhasil bisa tercapai,” tuturnya.
Namun demikian, Harris menilai, redenominasi tidak berdampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi maupun efektivitas pengendalian inflasi oleh pemerintah. “Redenominasi tidak membuat inflasi terkendali. Efisiensi iya, tapi stabilitas ekonomi tidak,” tegasnya.
Ia mengingatkan biaya pelaksanaan redenominasi sangat besar mengingat kompleksitas sistem keuangan saat ini. “Uang itu bukan hanya uang fisik. Ada uang elektronik, pembukuan perusahaan, harga saham, perjanjian dagang. Ini ribet sekali. Belum lagi terjadi money illusion akibat pembulatan,” katanya.
Karena itu, Harris mendorong pemerintah untuk lebih memprioritaskan agenda strategis lainnya. “Menurut saya lebih baik kita konsentrasi mendukung Pemerintahan Presiden Prabowo yang punya banyak program untuk mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen,” tegas Harris.
Lebih jauh, ia menilai, redenominasi belum mendesak untuk dijalankan. “Prakondisi ekonomi, moneter, sosial itu harus disiapkan dulu. Kalau semuanya sudah siap, ya silakan. Kalau mau bikin kerangka regulasinya dulu juga tidak masalah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Harris menambahkan, penyusunan undang-undang dan peraturan turunan terkait redenominasi membutuhkan waktu panjang. “Peraturan turunannya banyak sekali. Itu perlu empat sampai enam tahun. Jadi jangan buru-buru lah melaksanakannya. Fokus saja pada target pertumbuhan ekonomi,” tutupnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
