Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings Indonesia telah menetapkan usulan program obligasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo, BBB/AAA(idn)/Stabil) senilai Rp5 triliun dan penerbitan obligasi tahap pertama hingga Rp1 triliun di bawah program National Long– Peringkat Jangka Waktu ‘AAA(idn)’.
Dikutip dari keterangan resmi, Rabu, 20 Juli 2022, Fitch menjelaskan bahwa obligasi tersebut akan memiliki jatuh tempo maksimum hingga 2027 dan seluruh hasil bersih akan digunakan untuk membiayai kembali sebagian dari utang Protelindo yang ada.
Penerbitan ini diperingkat pada tingkat yang sama dengan Peringkat Nasional Jangka Panjang Protelindo karena wesel tersebut mewakili kewajiban senior tanpa jaminan dari penerbit.
|Baca juga: Fitch Ganjar Peringkat AAA untuk Emisi Obligasi Bussan Auto Finance Rp3 Triliun
Peringkat Nasional ‘AAA’ menunjukkan peringkat tertinggi yang diberikan oleh agensi dalam skala Peringkat Nasional untuk negara tersebut. Ini mencerminkan ekspektasi terendah dari risiko gagal bayar relatif terhadap semua emiten atau kewajiban lain di negara atau serikat moneter yang sama.
Fitch memperkirakan utang bersih/EBITDA Protelindo meningkat menjadi 4,5x-4,6x pada 2022 (FY21: 5,5x), ambang batas di atas yang akan dipertimbangkan untuk tindakan pemeringkatan negatif, dalam jangka menengah. Akuisisi yang didanai utang dari operator menara independen terbesar ketiga di Indonesia, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (STP) meningkatkan leverage.
“Harapan kami untuk leverage yang lebih rendah pada tahun 2022 dan 2023 didukung oleh integrasi penuh STP pada tahun 2022 dan pertumbuhan organik lebih lanjut. Protelindo mulai mengkonsolidasikan STP di akunnya sejak Oktober 2021.”
Manajemen Protelindo telah menyatakan komitmen untuk mempertahankan disiplin keuangannya dan leverage yang jauh lebih rendah daripada rekan-rekan menara global. Perusahaan secara historis menunjukkan kebijakan keuangan konservatif dalam pengembalian pemegang saham dan M&A yang didanai utang.
|Baca juga: Emisi Obligasi Indomobil Finance Rp5 Triliun Diganjar Peringkat idA+ Stabil
Protelindo adalah perusahaan menara independen terbesar di Indonesia dengan 29.011 menara dan 54.580 penyewa pada akhir Maret 2022. Hal ini memberikan daya tawar yang lebih baik dengan perusahaan telekomunikasi meskipun hal ini diimbangi oleh eksposur pendapatan sekitar 38% ke PT Indosat Tbk pasca-merger ( BBB-/AA(idn)/Stabil), yang memiliki profil kredit lebih lemah dari Protelindo.
Protelindo dan perusahaan menara terbesar kedua, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (BBB-/AA+(idn)/Stabil), kini menguasai separuh menara di Indonesia dengan sekitar 25% lainnya di bawah PT Dayamitra Telekomunikasi, anak perusahaan dari pemimpin nirkabel PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (BBB/Stabil). Sisanya terfragmentasi dengan beberapa perusahaan yang memiliki 1.000-3.000 menara, seperti PT Bali Towerindo Sentra Tbk (A-(idn)/Stabil).
Profil bisnis Protelindo didukung oleh adanya kontrak jangka panjang yang tidak dapat dibatalkan dengan operator telekomunikasi Indonesia. Visibilitas arus kasnya tinggi karena perusahaan telah mengunci pendapatan kontrak sekitar Rp57 triliun dan jatuh tempo kontrak rata-rata tertimbang untuk menara sekitar enam tahun.
|Baca juga: Protelindo Jamin Pinjaman Solusi Tunas Pratama (SUPR) senilai Rp5,25 Triliun
Fitch mengharapkan pendapatan meningkat sebesar 22% pada tahun 2022 dengan integrasi penuh STP, sebelum memoderasi ke pertumbuhan setengah digit pada tahun 2023 pada pertumbuhan organik. “Kami berharap perusahaan secara organik menambah sekitar 1.000 menara dan 1.800-2.500 kolokasi setiap tahun selama 2022-2023,” jelasnya.
Fitch mengharapkan Protelindo untuk mengelola pembaruan kontrak sewanya, karena hanya sekitar 11% dari kontraknya yang dapat diperpanjang selama tahun 2022-2023. Protelindo menghasilkan sekitar 82% pendapatannya dari tiga operator teratas di Indonesia, termasuk Indosat-Hutch yang baru saja bergabung, pada 1Q22.
Fitch memperkirakan marjin arus kas bebas (FCF) Protelindo turun menjadi 11% pada 2022 (2021: 14%) dengan belanja modal yang lebih tinggi. Fitch memperkirakan belanja modal 2022 akan meningkat menjadi 38% dari pendapatan (2021: 25%) dengan belanja modal yang lebih tinggi untuk serat dan pembaruan sewa tanah. Capex pada jaringan fiber akan tetap tinggi karena perusahaan bertujuan untuk memperluas layanan konektivitas fiber secara agresif.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News