Melalui Macro Update – September’s international trade: Signs of global slowdown, ekonom Mirae Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menerangkan ekspor Indonesia pada bulan September tercatat sebesar USD24,8 miliar, atau tumbuh 20,3% yoy (vs. 29,9% yoy, sebesar USD27,9 miliar pada bulan Agustus).
Pada saat yang bersamaan, pertumbuhan impor melambat menjadi 22% yoy (vs. 32,8% yoy di bulan Agustus). Kinerja ekspor dan impor Indonesia pada bulan September menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi global.
|Baca juga: Khawatir Potensi Resesi Global, Rupiah Berpotensi Tembus Rp15.500
“Kami memperkirakan pertumbuhan ekspor Indonesia akan terus menurun karena negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia, terutama Tiongkok, akan terus memburuk karena kebijakan zero-Covid dan krisis properti,” tuturnya.
Sementara itu, neraca perdagangan kembali mencatat surplus, selama 29 bulan berturut-turut, tetapi sedikit menurun menjadi USD5,0 miliar (vs. USD5,7 miliar pada bulan September), sesuai dengan ekspektasi Mirae dan lebih tinggi dari konsensus USD4,8 miliar. Hal ini membawa akumulasi surplus perdagangan pada 9M22 menjadi USD39,9 miliar (vs. USD25,1 miliar pada 9M21), melampaui surplus neraca perdagangan FY21. Berdasarkan tren terkini, Rully memperkirakan neraca perdagangan Indonesia akan terus mencatat surplus hingga akhir tahun 2022.
Menurut dia, kemungkinan terjadinya resesi global pada tahun 2023, yang juga akan menyebabkan penurunan harga komoditas, akan menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia terus melambat.
Untuk tahun ini, neraca eksternal akan tetap solid, didukung oleh kinerja neraca perdagangan yang cukup baik sepanjang 9M22. “Dengan prospek pertumbuhan yang lebih baik tahun ini, disertai dengan keseimbangan eksternal yang solid, kami memperkirakan nilai tukar Rupiah pada akhir tahun ini akan mengalami apresiasi dari level saat ini,” jelasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News