Media Asuransi, JAKARTA – Rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin, 26 September 2022, hingga menembus ke atas Rp15.100/US$.
Rupiah mengawali perdagangan dengan melemah 0,1% ke Rp15.050/US$. Tetapi tidak lama langsung jeblok 0,47% ke Rp15.105/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam lebih dari 2 tahun terakhir.
Baca juga: Pertalite Dituding Keruh dan Boros, Ini Jawaban Pertamina
Dolar AS memang sedang sangat perkasa. Indeks dolar AS pada perdagangan Jumat lalu meroket hingga 1,65% ke 113,192, menjadi yang tertinggi sejak Mei 2002. Dalam sepekan, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 3,12%.
Pagi ini kembali naik 0,4% ke 113,662, alhasil, rupiah terpuruk. Perkasanya dolar AS tidak lepas dari The Fed (bank sentral AS) yang menegaskan akan terus agresif menaikkan suku bunga sampai tahun depan. Targetnya, hingga inflasi kembali ke 2%.
Alhasil, yield obligasi AS (Treasury) melesat naik. Hal ini memicu capital outflow yang masih dari pasar obligasi dalam negeri. Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 22 September 2022 dana asing yang kabur mencapai Rp148,11 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Sementara pada rentang waktu 19-22 September, beberapa saat sebelum The Fed mengumumkan kebijakan moneter dana asing yang kabur sebanyak Rp3,80 triliun di pasar SBN yang membuat rupiah tertekan.
Baca juga: MARKET REVIEW: Keputusan BI Picu Penurunan IHSG
Selain itu, dolar AS yang menyandang status safe haven kini tengah jadi primadona, sebab ada risiko Eropa akan mengalami krisis mata uang.
Pada perdagangan Jumat (23/9/2022) nilai tukar poundsterling Inggris ambrol hingga 3,5% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke US$ 1.0856/GBP pada perdagangan Jumat pekan lalu. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam 37 tahun terakhir.
Rekor terlemah poundsterling tercatat di US$ 1,0520 yang tercatat pada 26 Februari 1985. Artinya, poundsterling kini berjarak 3% saja dari rekor terlemah. Sepanjang tahun ini, poundsterling sudah ambrol nyaris 20%.
Analis dari Citi mengatakan, Inggris risiko mengalami krisis mata uang, sebab poundsterling bisa ke bawah level paritas (GBP1 = US$ 1). Kurs euro sudah lebih dulu berada di bawah level paritas. Mata uang 19 negara ini berada di level terlemah dalam 20 tahun terakhir. Euro juga melorot nyaris 15% sepanjang tahun ini. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News