Media Asuransi, JAKARTA – Pelaku usaha di sektor kesehatan diperkirakan bakal menghadapi pemulihan kunjungan pasien umum non-Covid-19 sehingga berdampak positif terhadap kinerja keuangan emiten yang bergerak di sektor kesehatan.
Melalui riset Industry Sector Update, analis PT Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafe,i mengatakan bahwa kesehatan telah menjadi industri yang berkembang pesat dan diharapkan untuk terus bertumbuh di masa depan.
Dia menjelaskan, meningkatnya jumlah pasien terkait covid telah menjadi pendorong pertumbuhan pendapatan rumah sakit di masa sulit pandemi.
“Meskipun demikian, ke depan, kami berpendapat bahwa peningkatan layanan JKN (BPJS Kesehatan) dan pemulihan kunjungan pasien umum non-covid akan menjadi pendorong pertumbuhan di masa depan, karena kami memproyeksikan layanan kesehatan akan menjadi kebutuhan bagi sebagian besar orang, yang diharapkan lebih memiliki kesadaran akan kesehatan pasca pandemi.”
Tingkat penetrasi layanan kesehatan yang rendah saat ini juga dapat dilihat sebagai peluang pertumbuhan di masa depan, karena sebagian besar perusahaan di bawah cakupan Henan Putihrai berkomitmen untuk mengoperasikan 2-3 rumah sakit baru setiap tahun ke depan.
Di anggaran, pemerintah akan mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp255,5 triliun tahun depan, setara dengan 9,4% dari total anggaran belanja pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp2.708,7 triliun. Ini lebih rendah dari anggaran tahun lalu sebesar Rp326,4 triliun karena kasus yang lebih rendah dan tingkat vaksinasi yang lebih tinggi.
|Baca juga: Overweight untuk Sektor Kesehatan, Rekomendasi Beli MIKA dan HEAL
Berdasarkan statistik, jelas Jono, Indonesia memiliki tingkat penetrasi perawatan kesehatan yang sangat rendah, tercermin dari jumlah dokter medis yang rendah h,anya 0.5 dokter per 1.000 penduduk dan 1.3 tempat tidur per 1.000 penduduk.
Dia melihat ini sebagai peluang pertumbuhan di masa depan, didukung oleh fakta bahwa Indonesia memiliki kemungkinan meninggal akibat NCD (non communicable diseases/penyakit tidak menular yang terdiri dari penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis dan diabetes) lebih besar dibandingkan negara lain.
Berdasarkan data Asosiasi Rumah Sakit Indonesia, Indonesia memiliki 2.924 rumah sakit per 2020. Sebagian besar merupakan kelas C, terletak di Jawa, dan lebih dari 60% dikelola oleh organisasi swasta. Berdasarkan klasifikasi dari Kementerian Kesehatan, rumah sakit umum dapat dibedakan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan medisnya, dari kelas A (tertinggi) hingga kelas D (terendah).
Untuk mengakomodasi pasien yang enggan pergi ke fasilitas kesehatan selama pandemi, Jono melihat semakin banyak rumah sakit yang mulai mengembangkan aplikasi healthtech sendiri dan juga berkolaborasi dengan pengembang healthtech independen. “Kami melihat platform healthtech dapat memainkan peran penting dalam mempersingkat proses pendaftaran dan pembayaran di masa depan.”
Lebih lanjut, Jono mengatakan pihaknya menginisiasi Sektor Industri Kesehatan Indonesia dengan peringkat OVERWEIGHT dengan peringkat individu perusahaan sebagai berikut:
1. MIKA: Buy pada TP 2,600, mencerminkan 18.5/16.6x dari rasio EV/EBITDA 21F/22F dengan ROE 21F 21.2%.
2. HEAL: Buy pada TP 1,470, mencerminkan 9.2/8.1x dari rasio EV/EBITDA 21F/22F dengan ROE 21F 28.2%.
3. SILO: Buy pada TP 11,000, mencerminkan 9.1/8.1x dari rasio EV/EBITDA 21F/22F dengan ROE 21F 9.1%.
“Saat ini perusahaan diperdagangkan di bawah rata-rata 1 tahun rasio EV/EBITDA, sementara kinerja telah meningkat pada 2Q21, sehingga kami percaya perusahaan layak dihargai lebih tinggi dari saat ini.”
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News