Media Asuransi, JAKARTA – PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memperkirakan pelemahan pasar saham masih berpotensi berlanjut dalam jangka pendek. Namun, kondisi tersebut justru dapat menjadi momentum bagi investor untuk membeli di saat koreksi atau buy on weakness pada saham-saham pilihan.
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menyarankan para investor untuk mencermati sektor perbankan yang kinerjanya diprediksi dapat membaik terutama untuk bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena adanya penyaluran dana Rp200 triliun.
|Baca juga: Harga Saham Merdeka Gold Resources (EMAS) Melesat 25% Usai IPO
|Baca juga: Merajut Senyum UMKM dari Bank SMBC Indonesia untuk Pertumbuhan Ekonomi
“Asalkan tidak diikuti dengan kenaikan kredit tidak lancar (NPL) yang signifikan,” kata Rully, dalam Media Day: September 2025 by Mirae Asset bertema ‘New Economic Policy: Impact on Growth and Capital Market’, dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 23 September 2025.
Selain saham-saham emiten perbankan, dia juga merekomendasikan saham TLKM, TOWR, MTEL, JPFA, KLBF, dan BRPT sebagai saham pilihan yang berpotensi menarik dalam periode konsolidasi ini.
Di sisi lain, Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai reshuffle kabinet terbaru yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto, khususnya penggantian menteri keuangan, menjadi perhatian utama pelaku pasar karena akan menentukan arah kebijakan fiskal ke depan.
Rully menjelaskan pasar tengah mencermati arah kebijakan fiskal setelah Sri Mulyani Indrawati digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa sebagai menteri keuangan. Sejak 2016, lanjutnya, Sri Mulyani dikenal menekankan disiplin fiskal dan transparansi anggaran.
“Dengan pergantian ini, mandat Presiden kepada menteri keuangan baru adalah mempercepat pencapaian pertumbuhan ekonomi delapan persen,” ujar Rully.
|Baca juga: Resmi IPO, Merdeka Gold Resources (EMAS) Himpun Dana Rp4,66 Triliun, Buat Apa?
|Baca juga: Kebijakan OJK tentang Risk Sharing Berpotensi Buat Masyarakat Berpindah Hati ke BPJS Kesehatan
Dirinya menilai ke depannya publik akan melihat kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dengan peran pemerintah dan swasta yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan. Dia menambahkan ada beberapa kebijakan ekonomi yang menjadi sorotan pasar di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Pertama, pergeseran dari disiplin fiskal menuju kebijakan pro-growth dengan target pertumbuhan ekonomi delapan persen. Kedua, kebijakan fiskal yang lebih ekspansif, melalui peningkatan belanja pemerintah dan dukungan terhadap program prioritas. Ketiga, optimalisasi peran sektor swasta dan pemerintah dalam mendorong investasi dan konsumsi.
“Pasar masih menantikan kepastian apakah kebijakan ekspansif ini akan tetap menjaga keberlanjutan fiskal. Ketidakpastian tersebut menjadi salah satu faktor yang menahan pergerakan indeks saham dan meningkatkan volatilitas pasar obligasi,” pungkas Rully.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News