Media Asuransi, JAKARTA – Asuransi jiwa adalah sebuah produk untuk melindungi kerugian finansial akibat hilangnya pendapatan yang timbul akibat kematian. Orang yang diasuransikan (tertanggung) biasanya merupakan tulang punggung atau pencari nafkah utama dalam keluarga.
Asuransi jiwa baru bisa berlaku jika sudah memenuhi prinsip insurable interest. Insurable interest artinya penerima manfaat (beneficiary) kemungki
Baca juga: GoTo Himpun Dana Rp15,78 Triliun dari IPO
Penerapan Insurable Interest dan Penentuan Penerima Manfaat Asuransi Jiwa
Dahulu, banyak kasus seseorang membeli produk asuransi jiwa sebagai taruhan. Misalnya Pak Budi membeli asuransi jiwa untuk Pak Anto meski mereka tidak saling mengenal.
Bila Pak Anto meninggal, Pak Budi berharap mendapat uang pertanggungan. Namun, praktik ini sudah dilarang. Kini polis asuransi jiwa hanya dapat terbit bila antara pemegang polis, tertanggung, dan penerima manfaat memiliki hubungan insurable interest.
Contohnya, Pak Rudi hidup sendiri tanpa memiliki istri dan anak. Ketika membeli asuransi jiwa, Pak Rudi menunjuk keponakannya yang bernama Nina sebagai penerima manfaat. Pak Rudi menjadi pemegang polis sekaligus tertanggung.
Meski selama Pak Rudi hidup, Nina tidak memiliki ketergantungan finansial dengan Pak Rudi, polis asuransi jiwa tetap berlaku. Hal ini karena dalam prinsip insurable interest, ikatan keluarga dianggap sebagai kewajaran. Walaupun tidak ada ketergantungan finansial selama tertanggung hidup, hubungan keluarga menciptakan insurable interest.
Baca juga: Ini Isi Klarifikasi Bukalapak Akibat Typo Pembelian Startup US$1 Miliar
Penentuan penerima manfaat asuransi jiwa tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 38 KUH Perdata, disebutkan bahwa ahli waris adalah mereka yang memiliki hubungan darah atau terikat perkawinan. Hubungan darah tersebut bisa keturunan langsung, saudara, atau keturunan dari saudara.
Apabila digolongkan, ada empat golongan ahli waris berdasarkan prioritasnya, yaitu:
- Golongan I: suami/istri yang masih hidup dan anak (keturunan langsung).
- Golongan II: orang tua dan saudara kandung pewaris.
- Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
- Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Meski demikian, ahli waris (menurut hukum waris) tidak berarti otomatis menjadi penerima manfaat asuransi jiwa. Penerima manfaat dalam asuransi jiwa adalah ahli waris yang ditunjuk oleh pemegang polis untuk menerima uang pertanggungan dan namanya disebutkan dalam polis asuransi jiwa. Jika Dalam satu keluarga terdiri dari satu istri dan beberapa anak, ada kemungkinan, bisa semua atau hanya beberapa saja yang menjadi penerima manfaat sesuai yang disebutkan dalam polis asuransi jiwa.
Insurable interest tidak hanya terjadi karena hubungan keluarga, tapi bisa juga terjadi antara seorang individu dengan lembaga. Misalnya antara nasabah kredit (debitur) dengan bank (kreditur). Sebagai contoh, Pak Rudi memiliki pinjaman sebesar Rp. 1 miliar pada bank. Jika Pak Rudi meninggal sebelum utangnya lunas, maka bank mengalami kerugian sejumlah uang yang belum dilunasi.
Ini artinya antara bank dan Pak Rudi terdapat insurable interest. Bank bisa mengajukan asuransi jiwa dengan Pak Rudi sebagai tertanggung, dan bank sebagai pemegang polis dan penerima manfaat. Jika Pak Rudi meninggal dunia sebelum utangnya lunas, maka perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan sejumlah utang yang belum lunas kepada bank.
Persyaratan insurable interest harus dipenuhi sebelum polis asuransi jiwa diterbitkan. Pikirkan dengan bijak dan matang siapa yang akan menjadi penerima manfaat sebelum menandatangani kesepakatan dengan pihak asuransi. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News