Media Asuransi, GLOBAL – Sebuah survei global baru-baru ini yang dilakukan oleh perusahaan rekayasa perangkat lunak EPAM Systems, yang melibatkan 200 eksekutif asuransi dari berbagai wilayah termasuk Singapura, mengungkapkan sistem yang sudah ketinggalan zaman merupakan hambatan utama bagi inovasi di dalam industri ini.
Dilansir dari Insurance Business, Kamis, 30 Mei 2024, laporan tersebut memberikan wawasan yang signifikan ke dalam perspektif para pemimpin asuransi dan memberikan saran praktis tentang modernisasi digital untuk mempertahankan keunggulan kompetitif.
|Baca: JJC Pastikan Mutu Beton Jalan Tol MBZ Lampaui Spesifikasi
Laporan ini juga menyoroti industri asuransi secara tradisional mengandalkan teknologi lama untuk fungsi-fungsi intinya. Meskipun sistem-sistem ini dulunya sangat penting, namun kini menjadi tantangan untuk memenuhi tuntutan operasi bisnis modern.
Teknologi lama jadi penghalang utama
Infrastruktur teknologi yang sudah ketinggalan zaman diidentifikasi sebagai penghalang paling signifikan dalam mengadopsi alat dan metodologi digital baru, dengan 45 persen perusahaan mengakui hal itu sebagai penghalang utama.
Selain itu, 39 persen responden mengindikasikan bahwa sistem lama memperlambat inovasi dan perubahan, sementara 34 persen melaporkan bahwa sistem ini menghambat pengenalan produk baru dengan cepat.
Sedangkan kemajuan teknologi pada 2023 telah memengaruhi semua sektor, termasuk asuransi. Responden survei menunjukkan solusi data saat ini memiliki dampak yang paling besar, sementara kecerdasan buatan (AI) diperkirakan menjadi teknologi masa depan yang paling berpengaruh.
|Baca juga: Terapkan ESG, Saham PGEO Masuk Indeks ESG Quality 45 IDX KEHATI
Hampir 60 persen responden mencatat dampak signifikan dari perkembangan AI baru-baru ini terhadap operasi mereka, dan sepertiganya memperkirakan AI dan pembelajaran mesin akan menjadi teknologi yang paling berdampak dalam lima tahun mendatang.
Meskipun kebutuhan akan kemajuan teknologi diakui di tingkat eksekutif, namun industri asuransi masih berhati-hati dalam pendekatan investasinya. Keraguan ini disebabkan oleh budaya menghindari risiko, tidak adanya pendorong perubahan yang mendesak, dan hubungan yang tegang antara departemen bisnis dan TI.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News