Media Asuransi, JAKARTA – Proyeksi ini mengikuti data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ekspor Indonesia berada pada angka tertinggi sepanjang masa di Oktober 2021 sebesar US$22,03 miliar, naik 6,89% dari US$21,42 miliar pada Agustus 2021, dan naik 53,35% dari Oktober 2020.
Selain itu, laporan tersebut menemukan bahwa 40% perusahaan global saat ini sudah atau berencana untuk berproduksi di Indonesia dalam kurun waktu 5-10 ke depan. Ini adalah bukti bahwa Indonesia akan menjadi pendorong utama pertumbuhan perdagangan global selama satu dekade ke depan.
Baca juga: CIMB Niaga Bukukan Laba Bersih Konsolidasi Rp3,2 Triliun per September 2021
Penelitian Standard Chartered tersebut juga memperkirakan ekspor global akan mencapai hampir dua kali lipat dari US$17,4 triliun menjadi US$29,7 triliun pada dekade berikutnya. Laporan penelitian tersebut mengungkapkan 13 pasar yang akan mendorong sebagian besar pertumbuhan global, serta mengidentifikasi koridor utama dan lima tren yang membentuk masa depan perdagangan global.
China Daratan dan Amerika Serikat (AS) terus menjadi koridor ekspor utama bagi Indonesia, yang masing-masing diperkirakan akan menyumbang 20% dan 10% dari total ekspor pada tahun 2030. Ekspor ke India diproyeksikan tumbuh rata-rata 11,2% per tahun hingga 2030, menjadikannya sebagai koridor ekspor terbesar kedua bagi Indonesia di 2030.
Sementara itu, Indonesia berinvestasi di industri pengolahan komoditas hilir dan mengembangkan sektor manufakturnya. Penelitian tersebut, berdasarkan pemodelan ekonomi untuk proyeksi ekspor, juga mencakup survei terhadap lebih dari 500 C-suite dan pemimpin senior di perusahaan global.
Perdagangan global akan dibentuk kembali oleh lima tren utama:
• adopsi yang lebih luas dari praktik perdagangan yang berkelanjutan dan adil,
• dorongan untuk partisipasi yang lebih inklusif,
• diversifikasi risiko yang lebih besar,
• lebih banyak digitalisasi, dan
• penyeimbangan kembali menuju pasar negara berkembang yang tumbuh tinggi.
Baca juga: Harga Emas Hari Ini Masih Berpotensi Tertekan
Hampir 90% pemimpin perusahaan yang disurvei setuju bahwa tren ini akan membentuk masa depan perdagangan dan akan menjadi bagian dari strategi ekspansi lintas batas lima hingga 10 tahun mereka.
Asia, Afrika, dan Timur Tengah akan melihat peningkatan arus investasi, dengan 82% responden mengatakan mereka sedang mempertimbangkan lokasi produksi baru di wilayah ini dalam 5-10 tahun ke depan, mendukung tren penyeimbangan kembali ke pasar negara berkembang dan diversifikasi risiko yang lebih besar dari rantai pasokan.
Penelitian ini menemukan tren yang signifikan menuju penerapan praktik perdagangan berkelanjutan dalam menanggapi masalah iklim dan meningkatnya gelombang konsumerisme yang sadar lingkungan. Namun, hampir 90% pemimpin perusahaan mengakui perlunya menerapkan praktik ini di seluruh rantai pasokan mereka, hanya 34% yang menempatkannya sebagai prioritas ‘tiga teratas’ untuk dilaksanakan selama 5-10 tahun ke depan.
Standard Chartered, sejalan dengan komitmennya untuk memacu perdagangan global lebih berkelanjutan dan mendorong transisi ke Titik Karbon Nol, meluncurkan proposisi Keuangan Perdagangan Berkelanjutan (Sustainable Trade Finance) untuk memungkinkan perusahaan membangun rantai pasokan yang lebih berkelanjutan dan tangguh.
Selain itu, kami menawarkan serangkaian solusi keuangan berkelanjutan untuk menyalurkan modal guna membantu perusahaan mencapai tujuan Titik Karbon Nol mereka.
Andrew Chia, Cluster CEO, Indonesia & ASEAN Markets (Australia, Brunei & Filipina), Standard Chartered, mengatakan proyeksi pertumbuhan perdagangan global sebesar dua kali lipat memberikan bukti kuat bahwa globalisasi masih berjalan, dan Indonesia memang menawarkan posisi strategis di perdagangan global masa depan.
Dengan latar belakang ini, kami terus fokus untuk menjadikan globalisasi sebagai suatu hal yang menguntungkan bagi lebih banyak pasar dan bisnis, mulai dari mikro hingga multinasional, dan mendorong model perdagangan global yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
“Dukungan kami untuk nasabah-nasabah lokal Indonesia dan multinasional tidak pernah berhenti selama pandemi. Ketika Indonesia sedang membangun kembali perekonomiannya pasca pandemi, kami terus berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan melalui pengenalan solusi keuangan berkelanjutan (sustainable finance solutions) dan alat tolok ukur rantai pasokan berkelanjutan (sustainable supply chain benchmarking tool).
Hal ini untuk membantu nasabah-nasabah korporasi kami menerapkan praktik perdagangan yang berkelanjutan dan adil di seluruh rantai pasokan mereka. Hal ini akan membantu industri ekspor-impor Indonesia menjadi lebih berkelanjutan, lebih tangguh, dan bertahan hingga masa yang akan datang,” tutupnya. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News