Media Asuransi – PT Infovesta Utama merekomendasikan investor untuk menggunakan strategi average down atau buy on weakness dan menggunakan momentum untuk mengoleksi reksa dana berbasis saham dengan harga yang lebih murah.
“Untuk reksa dana berbasis pendapatan tetap, investor dapat mempertimbangkan produk reksadana dengan dominasi produk berbasis SBN untuk membatasi risiko gagal bayar di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir,” tulis Tim Riset melalui Weekly Report yang dikutip Media Asuransi, Selasa 26 Januari 2021.
Rekomendasi tersebut didasarkan pada situasi pasar yang mulai memudar optimismenya seiring dengan habisnya berita-berita positif pascapelantikan Joe Biden dan dimulainya penyediaan vaksin fase pertama di Indonesia.
Akhir-akhir ini, baik bursa Eropa maupun Asia-Pasifik masih berfokus terhadap lockdown yang kembali diperketat di beberapa Negara. Kasus Covid-19 di China sendiri juga kembali meningkat walaupun negara tersebut sebelumnya telah berhasil pulih dari Covid-19. Di Indonesia sendiri, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperpanjang hingga 8 Februari 2021.
“Efektivitas vaksin mulai dipertanyakan, di mana Menteri Riset dan Teknologi dan Inovasi Nasional juga menyatakan bahwa efektivitas vaksin belum tentu terlihat dalam jangka waktu pendek. Oleh karena itu, pelaku pasar masih cenderung menantikan kepastian efektivitas vaksin sebagai optimisme baru.”
Selain itu, dari sisi Global, harapan berakhirnya perang dagang Amerika-China juga memudar karena pernyataan dari beberapa calon Menteri Joe Biden, salah satunya Janet Yellen yang masih akan bersikap negatif terhadap China sehingga meredanya perang dagang antara kedua negara tersebut kembali dipertanyakan dan apabila perang dagang terus berlanjut maka dapat menghambat pemulihan ekonomi global.
Baca juga:
- SCMA dan SRIL Terdepak, TPIA dan MEDC Masuk Jajaran Saham LQ45
- LG Energy Solution Resmi Bawa Investasi US$9,8 Miliar ke Indonesia
- Catat Penjualan Investasi SBN Ritel Terbaik, BCA Raih Dua Penghargaan dari Kementerian Keuangan RI
“Langkah program stimulus sebesar US$1,9 triliun yang diajukan oleh Joe Biden ditentang oleh banyak anggota kongres dari partai republik menimbulkan keresahan baru bagi investor,” tulis tim riset Infovesta.
Adapun pasar saham di Indonesia sendiri berpotensi mengalami koreksi dalam jangka pendek karena sentimen negatif yang sempat menekan kinerja saham seperti kelanjutan PKPM serta IHSG yang sudah mengalami kenaikan tinggi beberapa bulan terakhir di tahun 2020. Namun, arus investor asing hingga 21 Januari 2021 masih mencatatkan beli bersih sebesar Rp11,25 triliun.
“Selama bulan Januari, IHSG telah mengalami kenaikan sebesar 5,49% ke level Rp6.307,13 per 22 Januari 2021. Untuk jangka panjang, pasar saham dinilai masih menarik karena berdasarkan pendekatan Price Earnings Ratio selama 10 tahun dari IHSG saat ini, IHSG relatif murah dengan 13x di bawah rata-rata -1 standar deviasi dari 14x.”
Apabila dilihat dari pasar obligasi, kepemilikan asing di SBN cenderung mengalami penurunan walaupun pada tanggal 21 Januari 2021 secara Month to Date posisi kepemilikan asing naik sebesar Rp3,93 triliun. Tren penurunan kepemilikan asing ini diiringi dengan tren kenaikan yield suku bunga serta kenaikan persepsi risiko pada obligasi pemerintah Indonesia melalui CDS 5 year naik ke 87,88 (18 Jan 2021) dari 67,90 (28 Des 2020) tetapi masih berada di bawah level 100.
Baca Juga:
- Perkuat Infrastruktur IT, Bank Net Indonesia Syariah Siap IPO
- FWD Life dan FWD Insurance Indonesia Resmi Merger
- Bank Syariah Indonesia Dongkrak Ekonomi Dan Keuangan Syariah Nasional
Pasar Obligasi Indonesia masih menarik walaupun dengan kenaikan yang lebih terbatas apabila dibandingkan dengan tahun lalu karena tingkat suku bunga lokal dan global masih dipertahankan di level rendah setidaknya hingga akhir tahun 2021. Selain itu, investor juga menantikan sentimen pengumuman suku bunga The Fed minggu ini yang diperkirakan akan tetap dovish.
Pada instrumen reksa dana, terdapat tiga jenis indeks reksa dana yang mencetak imbal hasil negatif pada penutupan pekan lalu, di mana Kinerja IHSG turun sebesar 1,04% dan diikuti oleh kinerja Reksa Dana Saham dan Reksa Dana Campuran yang mencatatkan imbal hasil negatif masing-masing sebesar 1,71% dan 0,83%. Selanjutnya, Kinerja Reksa Dana Pendapatan Tetap mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 0,24%, sedangkan Kinerja Reksa Dana Pasar Uang tercatat positif sebesar 0,08%. Selanjutnya, Obligasi Pemerintah mengalami penurunan sebesar 0,08% dan Obligasi Korporasi mengalami kenaikan sebesar 0,06%. Aca
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News